Langsung ke konten utama

Indahnya Skenario Tuhan

Pergulatan Cak Rusdi Mathari lepas dari rasa sakit tak terperi akibat benjolan di seputaran pundaknya sungguh dramatis. Masuk–keluar dari rumah sakit yang satu ke rumah sakit lainnya, ia jalani selama satu tahun masa perjuangannya mengupayakan kesembuhan.

Benjolan di pundak itu ternyata kanker yang akhirnya menjadi pelantar kepulangannya ke Haribaan Rabb. Di masa bolak–balik ke rumah sakit serta selama dalam perawatan, ia catat dengan seksama. Oleh penerbit Mojok, Jogja, dirangkum dalam buku Seperti Roda Berputar.

Bagaimana ia diobservasi, dibiopsi, diseret-seret ranjangnya masuk ruang operasi, masuk ruang ICU, diisolasi, masuk kamar perawatan pascabedah serta menerima kunjungan dokter yang hanya sekadar basa-basi bertanya remeh temeh alakadarnya biar seperti ada dialog.

Tadi siang saya dan istri menjenguk saudara yang baru saja menjalani tindakan operasi pengangkatan sel kanker di usus besar. Saya memanggilnya ngah. Untuk seterusnya ngah itu akan menjalani kemoterapi sebanyak enam kali. Setelah kemo perlu isolasi, menyendiri.

Banyak penyintas kanker yang dinyatakan sembuh total setelah menjalani kemoterapi. Sebut saja Vidi Aldiano dan Ari Lasso. Istilah kemoterapi hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker agar jinak atau musnah.

Dalam obrolan hingga pukul 16:15, banyak hal yang semula tidak kita sadari kalau itu adalah bagian dari indahnya skenario Tuhan. Dalam bahasa agama, itu bagian qada dan qadar dari Allah SWT atau gambaran/skenario dari masa depan yang telah ditentukan sebelumnya.

Itu cerita ada kaitannya dengan jalan jodoh. Putranya ngah itu berjodoh dengan putri dari pasangan dokter. Karena berbesanan dengan pasangan dokter tersebut, segala kemudahan mendapatkan fasilitas rumah sakit menjadi privilege yang begitu amat mereka syukuri.

Kemudahan dalam hal mendapatkan kamar perawatan (urgen), jadwal tindakan operasi, pengawalan langsung oleh bapak ibu besan yang begitu care dan amat menyenangkan, dititipkan kepada para perawat/paramedis minta mereka jaga dengan sebaik-baiknya.

Betapa Allah SWT menetapkan hambanya berpasang-pasangan dengan indah. Betapa jalan jodoh yang ditentukan-Nya begitu menakjubkan. Betapa ‘garis tangan’ hamba-Nya bersesuaian membentuk chemistry dengan sangat tidak disangka-sangka.

Seperti kata Cak Rusdi Mathari (almarhum), hidup manusia bagaikan roda yang berputar. Akan menggelinding naik ke atas (ditinggikan), ke samping (disejajarkan), turun ke bawah (direndahkan). Terus berputar berulang-ulang. Saya berulang-ulang membaca buku di atas.

Saat posisi roda di atas, ibaratkan saja kondisi sedang dalam masa-masa sehat (disehatkan). Saat roda ke samping (disejajarkan), ibarat sedang dalam keadaan baik-baik saja. Nah, saat roda di posisi bawah, ibarat sedang sakit. Dibutuhkan tawakal untuk siap menerimanya.

Sehat dan sakit adalah sama-sama ujian. Rasa syukur sewaktu sedang dihadapkan pada ujian sehat seyogianya keniscayaan. Bersyukur saat sedang dihadapkan pada ujian sakit, rasanya seperti hal yang mustahil. Tetapi, justru di situ ujian sesungguhnya. Ujian menikmati sakit.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...