Memetik Untai Sajak

Burung Sriti (Collocalia Esculenta) pemburu Capung, image source: Realfood

Memetik untai sajak di senja berteman kopi dan putu, rasanya tak ada yang lebih sajak daripada pahit kopi, manis gula aren dan gurih kelapa parut pada putu. Sungguh sajak yang rimanya memantulkan rasa bahagia.

Seruling dari uap air mendidih buat mengukus putu betapa merdu. Dari kejauhan sudah tersampaikan suaranya yang melengking. Suara hati yang bahagia rasanya tak senyaring itu. Sebab hati tersembunyi di kedalaman. 


Senja Bergurau


capung di ujung ranting
dihuyung angin badannya terguncang
burung sriti penasaran dibuatnya
ketika capung mengelak sambil tergelak
angin memperdaya, sriti gagal menyergap
ketika gerimis tiba

capung entah ke mana
mengapa tak sukacita menyambut hujan
dari semula gerimis perlahan menderas
membuat kuyup semua yang diamuknya
ranting mati tempat capung semedi
bersimbah keringat

di hari yang naas
sriti berulang kali gagal meringkus capung

gagal membawakan anaknya santapan lezat
berumah di lubang-lubang batu tebing
sriti berbiak, senja bergurau di viaduk
capung sudah hapal tabiatnya


BKP, 17 Mei 2024

 

Sriti Mengigau


anak sriti mengigau kelaparan
di lubang-lubang batu pinggang bukit
debur ombak di kejauhan
menelan mentah-mentah igauannya

induknya yang terbang menukik
meraih buih, tak menemukan apa-apa
tak ada yang bermakna di pulau ini
hanya serpihan karang di pinggir pantai

sriti mengigau, meracau kelaparan
berharap induknya pulang bawa apa saja
kalaupun tidak capung, klomang jadilah
induknya tak paham, mengapa ada opsi itu

klomang kehilangan cangkang
berkeliaran di pasir pantai
lebih liar daripada capung
bagaimana induk sriti menyiasatinya

anak sriti mengigau, laparnya klimaks
andai sayapnya sudah kuat buat terbang
mungkin minggat tinggalkan sarang
induknya pulang, merasa ditinggalkan

merasa ditinggalkan jadi pikiran
bukankah selama ini selalu meninggalkan
mengapa tidak merasa bersalah
meninggalkan kan demi mencari pakan


BKP, 17 Mei 2024

 

Senja di Viaduk


sebentang viaduk di tengah kota
tak sanggup sriti menghuni kolongnya
sebab anak jalanan sudah mengkudeta
sriti hanya numpang bergurau senja

senja di viaduk, hanya sejenak bergurau
malam menggamitnya pulang ke lubang
lebih hangat di lubang-lubang batu tebing
hangat mentari tersimpan di urat-urat batu


BKP, 17 Mei 2024


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan