Segelas Coksu Hangat
![]() |
Persiapan senam prolanis, Minggu (12/5/2024) |
Semenjak vakum cukup lama, baru pagi tadi kembali ikutan senam “prolanis” yang bapak-bapaknya cuman segelintir jiwa, lainnya ibu-ibu lansia bahagia. Pindah depan Apotek Siaga.
Terakhir aku ikutan pada 1/10/23, sesudah itu istirahat
seturut persiapan sesuatu dan lain hal hendak menghadiri Ubud Writers
and Readers Festival (UWRF) di Ubud, Bali, 18—22/10/2023.
Pulang dari Bali ternyata tidak juga aktif-aktif, memanjangkan
vakum karena kesibukan yang cukup menyita waktu buat mempersiapkan hajat pernikahan putra
sulung, Januari 2024.
Praktis deh sedari akhir Oktober hingga akhir Desember kami bersibuk
wira-wiri mengurus printilan untuk kelengkapan hajatan hingga di hari-H
awal Januari. Alhamdulillah lancar.
Meski tidak selincah nian ibu-ibu, kami bapak-bapak bisalah
mengikuti arah tari gerakan senam yang cukup membuat tubuh hangat lalu
berkeringat. Persendian lemas dan meregang.
Usai senam aku dan istri beli kue ke Kemiling. Rutin
seperti begitu, sudah lama meninggalkan kebiasaan sarapan nasi. Cukup kue dan
segelas kopi. Sekadar mencukupi asupan kalori sikit.
Toh roti atau kue apa pun, bahan pembuatnya tepung. Itu karbo juga seperti halnya nasi. Toh kalori yang dihasilkannya sekian jumlahnya. Toh kadar gula yang disumbangkannya lumayan.
Tapi, pagi tadi segelas coksu hangat sebagai
pengganti segelas kopi. Coksu (coklat susu) jadi selingan agar tidak kopi melulu. Variatif
dan begitu sugestif. Meretas kebiasaan standard.
Menciptakan suatu variasi dalam hal apa pun penting. Terutama
variasi yang menghadirkan sugesti seperti kopi diganti coklat (pakai atau tanpa
susu), mensugesti kenyamanan baru.
Segelas coksu hangat usai badan berkeringat, membuat perasaan fresh dalam bentuk lain. Sama sekali tak ada lelah
hinggap meskipun begitu lama tidak pernah senam. Justru segar.
Jogging
atau sekadar jalan santai seusai salat subuh di masjid memang hampir rutin aku lakukan bersama
“teman jalan subuh” yang sama-sama lansia. Tidak memancing keringat.
Adakalanya aku mencoba terapi jalan mundur. Sebuah cara
buat menyehatkan persendian (lutut). Hasilnya saat duduk bersila di masjid
lebih tahan lama, tidak pegal apalagi keram.
Dari masuk dan duduk bakda salat tahyatul masjid, qobliyah Jumat, menyimak khatib berkhutbah yang lama lalu salat Jumat sama sekali aku tak pegal dan kaki butuh
selonjor.
Tidak salah mantan Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah
Supari, Sp.JP(K) lewat tayangan YouTube merekomendasikan agar terapi jalan mundur bagi orang yang lututnya
bermasalah.
Menjaga kesehatan lutut tentu sangat penting. Jika kesehatan
lutut sudah terganggu, maka kekuatannya menopang berat tubuh tidaklah begitu bisa
diandalkan secara optimal.
Maka, jagalah kesehatan lutut dengan lakukan olahraga
semampu dan sebisanya. Andaikan tidak ada waktu buat senam, lakukan jalan kaki santai, lakukan
terapi jalan mundur.
Dengan berolahraga badan akan menjadi fit, bugar, dan
sehat. Pikiran juga fresh, imajinasi bertumbuh
cermat. Sesudahnya, minumlah segelas coksu hangat. Hidup akan bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar