Terkenang Sepatu Legendaris
![]() |
Pabrik sepatu Bata di Purwakarta, Jawa Barat (foto: istimewa) |
Terkesiap saya membaca
berita pabrik sepatu Bata di Purwakarta ditutup per 30 April 2024 karena
menderita kerugian beruntun selama empat tahun mencapai Rp525 miliar. Awal pandemi
Covid-19 tahun 2020 Bata mengalami kerugian Rp177,76 miliar, padahal tahun 2021
Bata mengalami rugi hanya sebesar Rp51,2 miliar, membaik dari tahun
sebelumnya. Tahun 2022 kerugian sebesar Rp105,92 miliar. Berdasar laporan
keuangan per 31 Desember 2023, kerugian tahun berjalan sebesar Rp190,29 miliar atau
naik 79,65%.
Apadaya, sepatu
legendaris dari zaman saya SD itu terpaksa menutup salah satu pabriknya di
Purwakarta. Mereka mengaku berat menjalankan operasional buntut rugi yang
membengkak. Mengutip CNN Indonesia (Minggu,
5/5/2024), Direktur Bata Hatta Tutuko mengatakan perusahaan telah melakukan
berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan
industri akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen.
Sayang, upaya tersebut belum optimal dan berujung penutupan pabrik.
Merek
Global
Rasanya sejak
keberadaan pabrik sepatu Bata di Indonesia, orang akan menjadikannya pilihan
nomor 1 saat akan membeli sepatu. Baik untuk orang tua bekerja maupun untuk
anak-anak sekolah. Kenapa pilihan No.1? Karena kualitas baik, kuat dan awet
serta harganya merakyat, mudah didapat dan sudah teruji oleh waktu karena sudah
eksis di Tanah Air sejak 1931 atau jauh sebelum Indonesia merdeka. Karena itu,
orang Indonesia sangat familier dengan merek sepatu ini. Kata “Bata” pun
terdaftar sebagai kosa kata dalam KBBI.
Saking familier orang
Indonesia dengan sepatu Bata, tak jarang ada yang menganggapnya berasal dari
Indonesia alias produk dalam negeri asli. Padahal, aslinya berasal dari Ceko
(salah satu negara di Eropa). Kata “Bata” diambil dari nama pendiri atau
pembuat sepatu itu, yaitu Tomas Bata.
Ia adalah pengusaha asal Ceko, dimodali oleh ibunya ia dan saudara-saudaranya
mendirikan pabrik sepatu Bata di Zlin pada 24 Agustus 1894. Ia berkelana
mencari mesin pembuat sepatu dan belajar mengenai desain sepatu.
Untuk menimba ilmu pembuatan sepatu itu, ia tak sungkan menjadi buruh pabrik sepatu di New England (AS), setelah merasa cukup ilmu yang dipelajarinya, ia pulang kembali ke Ceko untuk mempraktikkan ilmunya. Saat pulang, ia mendapati di Eropa sedang berkecamuk Perang Dunia I (1914—1918), tetapi ia justru ketiban berkah. Pabrik sepatunya mendapat order pembuatan sepatu tentara dalam skala besar. Selama periode perang kurun waktu empat tahun itu, Bata mampu memproduksi sebanyak 50 ribu pasang sepatu untuk tentara.
Menurut The Encyclopedia of the Industrial Revolution in World History (2014), berkat mampu memproduksi 50 ribu sepatu itu, Bata memperoleh keuntungan. Dari keuntungan itu Bata berekspansi ke berbagai negara. Bermula di Swiss, lalu ke Inggris, Prancis, Belanda, Kanada, sampai negeri di Timur bernama Hindia Belanda. Jejak Bata di Hindia Belanda terdeteksi pada 1931 lewat pendirian gudang impor sepatu Bata di Tanjung Priok. Lisensinya dipegang oleh NV Nederlandsch Indische Schoenhandel Maatschappij Bata.
Sayangnya, Tomas Bata tidak
bisa melihat kesuksesan Bata di Hindia Belanda dalam waktu lama karena terpaksa
meregang nyawa pada insiden kecelakaan pesawat tahun 1932. Sebagaimana dipaparkan Entrepreneur Extraordinary: Biography of Tomas Bata (1968). Kendati
demikian, bisnis Bata tetap berjalan dipegang oleh anaknya. Dan di Hindia
Belanda, Bata rupanya sukses menjadi ‘raja sepatu’ usai mendirikan pabrik sepatu
Bata di Kalibata, pada 1939. Sejak itulah Bata tetap eksis, apa pun
tantangannya. Bahkan, di masa-masa sulit pun Bata tidak tutup.
Lisensi Bata dipegang
oleh PT Sepatu Bata Tbk (BATA). Selain Bata juga merek North Star, Power,
Bubblegummers, Marie-Claire, dan Weinbrenner. Menurut kesaksian Maulwi
Saelan, ajudan Bung Karno dalam memoar berjudul Dari Revolusi ’45 sampai Kudeta ’66: kesaksian Wakil Komandan
Tjakrabirawa (2001), proklamator itu punya 3 dus sepatu Bata berisi 3 pasang
sepatu olahraga. Sepatu Bata memang hebat. Ah, saya jadi terkenang sepatu
legendaris itu. Di masa SD, sepatu Bata itulah kendaraan sehari-hari saya ke
sekolah.
CNN Indonesia (cnnindonesia.com)
Komentar
Posting Komentar