Langsung ke konten utama

Lagi, Ke Batiqa

 

Nasi briani dan pilihan lauk pauknya

Setelah Januari kemarin hotel ini jadi tempat keluarga dikarantina. Malam ini kembali ke sana buat dinner bersama keluarga besar kakak dan saudara-saudaranya.

Batiqa Hotel Jl. Jenderal Sudirman. Hotel yang sekilas saya perhatikan di penunjuk lantai dalam lift tidak terdapat angka 4 entah apa pasal. Bolehlah ditelisik mengapa.

Karantina (satu malam) jelang besoknya akad dan resepsi anak sulung di GSG Ernawan Khuwa Jukhai. Biar lebih dekat daripada berangkat dari rumah di BKP.

Sederhananya biar MUA bisa mengeksekusi lahan garapan dalam satu paket di satu tempat. Coba kalau harus ke sana kemari (rumah kedua keluarga, kan repot).

Kembali menyusuri jalanan kota yang tadi siang diguyur hujan deras sampai-sampai terjadi ada sedikit genangan di Jalan Kartini yang memang biasa kebanjiran.

Jalan Kartini depan Central Plaza (dahulu Tanjungkarang Plaza alias Artomoro) memang biasa banjir hingga depan Mal Kartini (Moka) ke bawahnya lagi yang cekung.

Dinner malam ini sebagai bayar utang karena buka bersama (bukber) di Ramadan kemarin gagal digelar. Daripada jadi ganjalan di hati apabila utang tidak terbayar.

Barangkali karena sudah ditumpahkan siang tadi, malam ini tak ada hujan yang menghalangi rencana kumpul keluarga yang sudah dirembuk beberapa hari lalu.

Usai makan lanjut nyanyi-nyanyi live music. Dari tembang Jawa hingga lagu lawas dilantunkan. Enak ada live music mengiringi santap malam yang gayeng tadi.

Tentu saja tak ketinggalan foto-foto. Sebuah foto bisa berbicara lebih dari seribu kata. Walaupun gallery ponsel tak urung jadi tambah beban karena foto-foto itu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...