Sayonara Jember. Selesai sudah "perjalanan" saya 'dikuntit istri' ke Jember menghadiri Temu Karya Serumpun 2025 yang dihelat Forum Sastra Timur Jawa. Antologi ini diikuti ratusan penyair negara serumpun (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, serta Timor Leste yang baru dilibatkan pada tahun ini.
Hari pertama, Sabtu (25/10), setelah pembukaan dilanjutkan dialog sastrawan berupa pemaparan pengalaman dan perkembangan komunitas. Banyak hal bisa dipetik dari pengalaman para sastrawan yang beragam latar belakang dan kenangannya tentang trauma dan imaji yang menjadikannya sembuh dan tumbuh bahagia.
![]() |
| Berpose di Museum Tembakau |
Mengambil lokasi di Seger Nusantara, sebuah area glamping yang sejuk. Penyair laki-laki ditempatkan di tenda-tenda, sementara penyair perempuan ditempatkan di barak-barak. Malam meski sempat digoda hujan, tapi cuaca dingin yang turun ke lapangan perkemahan, tak membuat peserta ciut dan tetap semangat.
Hari kedua, Minggu (26/10), bertempat di Museum Tembakau Jl. Kalimantan, acara bincang pakar dengan narasumber Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd. Guru Besar Sastra Universitas Muhammadiyah Malang dan Okky Puspa Madasari, Ph.D. seorang sastrawan yang baru saja merilis buku "Kita Adalah Jelata hu" 100 sajak dan "Wawasan Kebangsatan" berisi 80 catatan.
Banyak cerita lucu dan absurd yang saya ciduk dari kejadian ganjil yang dialami penyair di lokasi acara. Satu cerita kehilangan yang akan meninggalkan genangan kenangan berupa kesedihan. Hilang buku dan jatah nasi kotak dialami penyair dari Solo. Sungguh mengerikan berada di lingkungan orang kleptomania.
Satu cerita lainnya, dialami penyair asal Blambangan yang menginap di Hotel Ebiz. Dia tanpa bertanya terlebih dahulu pada resepsionis hotel, di mana Museum Tembakau. Dia langsung pesan gojek. Setelah gojek datang, mas driver bertanya, "Apa Ibu nggak salah?" Kaget dia ditanya seperti itu. "Memang kenapa," tanyanya.
"Museum tembakau di depan itu," jawab mas driver. Baru ibu penyair Blambangan itu ngeh. "Ya, sudah, saya canceled aja, ya Bu," kata mas driver. Saya dan istri tertawa mendengar cerita absurd siang tadi. Waktu sarapan pecel tumpang di trotoar depan museum pagi tadi, saya tolah-toleh dan melihat Hotel Ebiz di seberang.
Karena kali pertama ke Jember, kami cari info ke Pak driver gocar, apa makanan khas di sini. Untuk makanan dalam arti pengin kulineran, tak ada makanan khas, tapi sekadar camilan ada beberapa macam. Di sekitar hotel tempat kami menginap, agak sulit cari tempat makan. Hotel Ebiz agak strategis, depan museum ada pecel tumpang.

Komentar
Posting Komentar