Langsung ke konten utama

Good News

Good News From Indonesia, itulah satu dari sekian akun X (d.h twitter) yang saya ikuti (follow). Tentu acap ketemu di saat scroll X. Saya membubuhkan tanda like, juga menyempatkan membuka tautan berita dan membacanya. Sesuai nama akunnya, barang tentu beritanya good (yang bagus-bagus). Oi, masa iya memberitakan yang jelek-jelek kan.

Postingannya 1 jam yang lalu sekiraan pukul 9an, ialah tentang Raja Ampat resmi sebagai cagar biosfer UNESCO, jadi salah 1 ekosistem laut dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Di dalam sidang 37th International Coordination Council (ICC) Program Man and the Biosphere (MAB) di Hangzhou, China, 27 September 2025 silam.

Pulau Raja Ampat | foto: Indonesia Juara Trip

Dikenal sebagai “jantung keanekaragaman hayati laut dunia”, Raja Ampat menjadi Cagar Biosfer ke-21 di Indonesia sekaligus memperkuat pengakuannya sebagai kawasan konservasi kelas dunia, menyimpan 75% spesies karang dunia serta menjadi habitat bagi ratusan spesies ikan karang, mamalia laut, penyu, hiu, hingga pari.   

Selain kekayaan ekologi, Raja Ampat juga memiliki warisan budaya local yang kuat seperti egg stone, lukisan batu, dan upacara tradisional. Cagar biosfer ini mencakup wilayah sekitar 135 ribu km2 dengan lebih dari 610 pulau, di mana hanya 34 pulau yang dihuni. Begitu lapang perbandingan antara yang dihuni dengan yang lengang.

Penetapan ini sekaligus menjadi pengakuan internasional kedua setelah Raja Ampat ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada 2023, dan diharapkan dapat memperkuat upaya pelestarian terumbu karang, mangrove, serta perlindungan satwa langka dari ancaman tambang dan overfishing. Tambang ini yang susah dihindarkan.

Sumber: akun X Good News From Indonesia (@GNFI)

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...