Jauh saya tempuh perjalanan dari Lampung ke Jember demi menghadiri launching buku "Semesta Ingatan: Trauma dan Imaji Kebebasan" pada Temu Karya Serumpun (TKS) yang diadakan Forum Sastra Timur Jawa, Sabtu hingga Minggu, 25-26 Oktober 2025 di area glamping Seger Nusantara.
Buku antologi puisi karya penyair negara serumpun meliputi: Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand Selatan (Pattani), dan Timor Leste, ini setebal xxxvi+556 halaman, memuat 370 puisi dari 253 penyair hasil kurasi dari 1.146 puisi dari 380 penyair. Dari 5 judul puisi yang saya kirim, lolos 1.
![]() |
| Pose di foto both yang memajang wajah-wajah penyair yang hadir di Temu Karya Serumpun. |
"Perjalanan" seperti yang saya jadikan judul postingan kemarin, seperti menghidupkan "ingatan" pada perjalanan tahun lalu ke Banyuwangi menghadiri Jambore Sastra Asia Tenggara, yang mempertemukan saya dengan penyair-penyair Madura terutama si celurit emas D. Zawawi Imron yang bisa juga ngocol.
Atau lebih jauh lagi ke tahun sebelumnya, yaitu perjalanan saya menghadiri Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) sekaligus merayakan anniversary ke-20 even sastra internasional yang dicetuskan Yayasan Mudra Swari Saraswati yang diadakan kali pertama pada tahun 2004 sebagai proyek pemulihan pasca Bom Bali 2002.
Bom Bali meninggalkan trauma, kekal dalam ingatan kolektif orang-orang yang menjadi korban. Juga trauma bagi keluarga para pelakunya setelah mereka dihukum mati. Banyak trauma lainnya, oleh Forum Sastra Timur Jawa dijadikan ide untuk menghimpunnya dalam sebuah buku antologi. Dari situ lahir buku "Semesta Ingatan" ini.
Buku tebal ini menjadi wadah puisi para penyair negara serumpun dalam "merayakan trauma" melalui bermacam perspektif ingatan, imaji, dan rasa dari pengalaman sendiri atau menangkap cerita yang mudah ditemukan di mana-mana. Trauma pribadi atau trauma kolektif sebagai bangsa dan negara, terangkum dalam buku ini.

Komentar
Posting Komentar