Ikut Arus
Cewek fresh graduate di RT sebelah ikut “arus balik” kakak lelakinya ke Jakarta. Wow, nggak mudik tapi ikut balik. Jakarta yang bentar lagi sudah tidak lagi diakui sebagai ibu kota negara, tetapi tetap akan diakui sebagai kota yang memiliki magnet.
Betapa daya tarik Jakarta begitu memukau para pendatang (urban) dari
penjuru Indonesia. Negara yang manis ini baru saja pulih dari pandemi, berbagai
sektor usaha perlahan bangkit butuh banyak tenaga kerja. Itu celah yang dituju
para “urbaniser”.
Karena ikut arus kakak lelakinya yang sudah lumayan mapan setelah lebih
lima tahun jadi perantau di Jakarta, cewek fresh
graduate RT sebelah tentu tidak begitu memikirkan betapa beratnya tantangan
jadi perantau dengan skill yang
terbilang minimalis.
Selain harus pintar beradaptasi dan punya keahlian khusus, kesabaran dan
ketekunan penting dimiliki pendatang di Jakarta. Tetapi, bagi cewek fresh graduate itu tidak masalah karena
kakak lelakinya memiliki koneksi sebagai akses mencari kerja.
Biaya hidup sebelum mendapat kerja paling tidak masih bisa dibagi oleh
kakaknya. Walaupun ia juga sedang berjuang mengumpulkan cuan buat modal nikah. Tetapi, demi
mendukung adik kesayangannya, bisalah disisihkan sebagian buat meragatinya.
Toh, ia dahulu juga begitu, dengan mengandalkan modal kiriman orang tua
buat bayar kost, setelah pindah-pindah kerja beberapa kali dalam lima tahun,
akhirnya ia mantap pada titian karier yang dijalani saat ini. Tabungan perlahan
bisa terkumpul.
Bisa tidak-bisa, pindah-pindah kerja juga salah satu strategi yang harus
dilakukan. Ikut arus apa yang dilakukan rekan sekantor, “bedol kantor”
ramai-ramai pindah ke tempat kerja yang lebih menjanjikan, baik dari besaran
gaji dan fleksibilitas kerja.
Banyak perusahaan yang tidak terpaku pada besaran UMR dalam menggaji
karyawannya. Tidak sedikit pula yang menggaji karyawan di bawah UMR. Begitulah,
maka harus pintar beradaptasi dan punya keahlian khusus tadi mutlak dibutuhkan.
Skill khusus itu akan membuat calon karyawan punya nilai tawar dan daya jual
sehingga memiliki bargaining position
yang kuat. Jadi, jangan asal ikut “arus balik” tanpa ada bekal memadai, apalagi
yang diikuti hanyalah tetangga. Bisa mati kutu nanti.
Padahal, dengan majunya tegnologi bisa mengurangi keinginan mengadu
nasib ke Jakarta. Membuat usaha daring (online
shop) di rumah sebenarnya lebih dari cuku kalau hanya tujuannya untuk
mencari kesibukan dan mengumpulkan cuan.
Tetapi, status sebagai karyawan di Jakarta tetap masih lebih keren
daripada pedagang online mandiri. Status
atau simbol memang tampilan di luar, isi di dalamnya belum tentu. Bisa saja
mengalami traumatik, depresi, dan keserbasalahan.
“Sanggup bekerja di bawah tekanan”. Pernah mendengar ketentuan seperti
itu? Tidak sedikit perusahaan di masa interviu mempertanyakan hal itu kepada
calon karyawan. Jawaban “sanggup” tak urung terlontar demi dapat kerja.
Ya, meski tidak bisa membayangkan seperti apa “tekanan” itu, jawab saja
sanggup. Yang penting diterima dulu, gampang dipikir lagi nanti. Uppsss, jangan
salah, jika ijazah ditahan gak akan lari ke mana. Bertahan di kata “sanggup”.
Komentar
Posting Komentar