Langsung ke konten utama

Hari yang Fitri, Fanta Merona


Kerja menyair adalah kerja penuh berkah seperti bulan Ramadan yang baru saja lewat beberapa hari. Di hari kemenangan, hari yang fitri ini, Fanta yang merah merona begitu menggoda. Tetapi, lebih menggoda gelitik tawa adalah tamu rombongan bocil yang ngalap berkah THR dari rumah ke rumah.

Tamu yang memendam rasa dapat mengumpulkan cuan sebanyak-banyaknya. Yang bisa buat saling mengadu sesama kawan mana di antara mereka paling banyak mendapatkan. Nah, ini bisa digali jadi inspirasi membuat cerita "Serba-Serbi Idulfitri", Hore mereka tatkala disuguhi Fanta merah merona.

Imajinasi memang sering liar, godaannya tidak kalah dahsyat dari godaan Syetan yang baru saja lepas dari masa dibelenggu selama tigapuluh hari di bulan Ramadan lalu. Hati-hati, godaan selalu akan dilakukannya seberapa kuat iman dan seberapa bertakwa yang diraih hasil digembleng puasa sebulan.

Kerja menulis apakah fakta atau fiksi, adalah kerja mengekspresikan ide yang terjaring oleh pikiran dan imajinasi. Sejauh nama adalah hasil imjinasi seperti halnya isi cerita adalah imajinasi, sejauh itu pula tidak bisa disangkut-pautkan dengan siapa pun yang namanya kebetulan sama. Tanpa penafian pun.

Ada memang orang demi tidak tersangka mengarang tentang seseorang, maka di awal tulisan atau karangan akan ada semacam "disclaimer" sebagai rambu bahwa nama bukanlah sebenarnya. Sama seperti media ketika memberitakan perkara yang riskan, akan menginisialkan nama korban atau pelaku.

Hari yang fitri, Fanta merona, begitu menggoda imajinasi untuk menuangkannya jadi cerita "Serba-Serbi Idulfitri". Tetapi, jangan serius-serius amat menikmati rona Fanta yang menggoda, nanti lupa diri lalu terpedaya godaan Syetan yang baru lepas masa terbelenggu. Syetan memang berjiwa pengganggu.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...