Adab Takziah

Suasana takziah dan tahlilan niga-hari Rabu malam Kamis (17/4/2024).

Teman jalan subuh mengistilahkan “seperti sujud di dekat asbak” ketika waktu sujud dari jemaah di sebelah kita menguar bau mulut bekas merokok.

Setelah saya resapi dan mengalaminya sendiri, memang iya lho. Saat salat zuhur hari Selasa lalu saya sampai dibuat terbatuk-batuk sesudahnya.

Setelah saat sujud abab kawan di sebelah tersedot masuk mulut saya, kontan saya jadi terbatuk-batuk dan keterusan, ujungnya muncul gejala influenza.

Terpaksa deh di saat tahlilan malam ketiga atau niga-malam Ummi Megawani Oesman di Perum Langkapura, saya harus pakai masker pelindung.

Pelindung diri agar bisa mengurangi bau rokok. Melindungi orang lain agar tidak tertular flu yang saya derita. Ah, jadi teringat masa covid dahulu.

Tadi, sepanjang seharian hidung saya meler. Ingus sedang encer-encernya, tak henti-henti saya buang dan menyeka hidung berulang kali dengan tisu.

Untung ada obat batuk cair sisa istri bulan lalu. Dua kali minum pagi dan siang, sore ingus meler sudah lenyap. Hanya saja suara menggelegar.

Suasana takziah malam ketiga cukup khidmat. Tausiahnya Ustaz mengingatkan pentingnya anak-anak yang ditinggalakan menjaga silaturahim.

Jangan memutus tali silaturahim dengan kawan-kawan orang tua. Sesuatu yang enteng dikatakan, tetapi amat berat buat mengamalkannya.

Di mana-mana yang saya telah pernah ikuti takziah tahlilan, usai doa terakhir di-aamiin-kan orang-orang langsung menyalakan rokok klepas-klepus.

Pulang tahlil baju, sarung, rambut bahkan badan saya bau rokok karena berdekatan pada mereka. Pernah saya akhirnya mandi malam-malam.

Pelajaran apa yang bisa dipungut dari kejadian seperti itu? Adalah menjadi orang beradab, orang yang paham situasi dan kondisi itu amat berat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan