Begitulah Radar Cinta
![]() |
Rumus mengukur indeks kadar cinta (foto: KASKUS) |
Mengetahui Fauzan sudah dekat dengan guru SMP di Pugung itu, Priambodo, temannya
mengajar di SMA yang pendatang dari Cilacap, jadi terbit minatnya untuk
sesekali bertandang ke SMP di pesisir laut itu. Apalagi mendengar dongeng
Fauzan masih ada beberapa guru wanita berstatus singel.
Suatu siang, memanfaatkan jam kosong, Priambodo memacu motor CB
kesayangannya melipir ke SMP. Pura-pura pengin bertemu Ardi, sejawatnya satu almamater
di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, padahal kepo pada dongengan Fauzan tentang beberapa guru wanita singel di sana.
Ikut membaur dengan Ardi di ruang guru SMP tertua di Kecamatan Pesisir
Utara itu, Priambodo bak seorang buser yang sedang mengintai residivis kambuhan
yang lepas dari tahanan Polsek, lirak-lirik ke arah guru-guru wanita yang
bergerombol sambil makan petis jambu air yang dibawakan murid.
Sewaktu hendak pulang, kepada Ardi sohibnya, Priambodo menitipkan salam
minta disampaikan kepada satu guru wanita yang ditaksirnya. Priambodo menyebutkan
ciri-ciri guru yang dia maksud. Mendengar itu kening Ardi berkernyit, “Hah,
nggak salah pilih kau, Kawan,” tanyanya. “Emangnya kenapa,” Priambodo balik bertanya.
“Nggak. Nggak kenapa, kenapa. Pilihanmu boleh juga, Kawan. Seleramu tinggi juga, tapi….” Ardi tidak melanjutkan kata-katanya. Sambil ngegas CB tua kesayangannya, Priambodo membatin, “Apa maksud Ardi memutus kata-katanya. Apa yang tersembunyi di balik kata ‘tapi’…. tadi, ya?”
Selepas kepulangan sohibnya itu, Ardi kembali masuk ruang guru. Seperti tak
ingin menunda-nuda pekerjaan, Ardi pun menyampaikan salam sohibnya tadi kepada
yang bersangkutan di depan teman menggerombolnya. Kontan mereka tertawa sengakak-ngakaknya.
Hampir saja ada yang sampai terguling-guling.
Guru wanita yang memantik minat Priambodo memang berparas ayu, murah
senyum, dan berbadan langsing. Namun, ibarat sedang memilih handphone di etalase toko, Priambodo mementingkan
casing bukan specs compared seperti RAM, memori, dan kelengkapan fitur pendukung
lainnya.
Guru wanita yang diminatinya, secara casing
memang yahud. Sayangnya dia sudah bersuami dan memiliki satu anak berusia 1,5
tahun. Itulah mengapa Ardi mengernyitkan dahi dan bertanya apa Priambodo nggak
salah pilih. Mengapa mesti itu, kok bukan yang lain yang memang, sih, agak lumayan lemu-lemu.
Ketika fakta sebenarnya disampaikan Ardi, Priambodo seperti tidak
percaya. Disangkanya ndobos dan
seakan tidak mau menerima kenyataan itu. Padahal, kata Andrea Hirata dalam buku
ketiga dari Novel Trilogi Laskar Pelangi, “Orang yang tak menerima kenyataan
adalah orang yang menipu dirinya sendiri.”
Fauzan turun tangan ikut meyakinkan Priambodo bahwa guru wanita yang
ditaksirnya memang sudah punya suami, bekerja sebagai jurnalis di Bandar
Lampung. Priambodo semula tidak percaya, ia menganggap temannya itu hanya nge-prank. Tapi tak ayal ia lesu darah dan
menurun semangat mengajarnya. Memang tinggal satu itulah guru yang casing langsing. Satunya Nurhidayah, sudah
dicing oleh Fauzan.
“Pilihlah satu di antara tiga pecel lele itu,” pancing Fauzan. “Nanti kami
siap men-support moril dan materiil. Saya
dan ayang beib saya Nurhidayah
bersedia jadi Mak Comblang,” cecar Fauzan kepada Priambodo. Yang diberi
wejangan bergeming. Hatinya kadung kepincut
kepada si casing langsing seorang.
Begitulah radar cinta kalau sudah mengarah ke satu titik sasaran,
dikendalikan dengan remote control
secanggih apa pun takkan berpaling ke sasaran lain. Menggunakan jurus secrets of power negotiating pun, Fauzan
dan Nurhidayah tidak akan berhasil karena sudah ter-fait accompli oleh status si casing
langsing.
#cerita pendek 500 kata
Komentar
Posting Komentar