Langsung ke konten utama

Ke Kampung Aku Kembali

Macet berjam-jam, akan membuat suhu AC dalam kendaraan makin lama makin tidak terasa sejuk akibat penguapan tubuh penumpang.

“Asyiknya mudik itu justru di saat macetnya.” Aforisme apa anekdot, entahlah. Tetapi, benar banget lho, Lur. Dahulu sebelum ada jalan tol, macet di jalur pantura itu jian uasyik banget. Dahulu, saban mudik ke Jogja dan Pacitan hal itu kami alami, lewat jalur Pantura.

Melewati jalur pantura (jalan pos Anyer--Panarukan) sepanjang 1.100 Km yang dibangun Herman Willem Daendels. Dari Merak kami terus ke Jakarta, Bekasi, Sukamandi, Indramayu, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga, Boyolali, Solo, tiba di Pacitan.

Di tengah kota Jakarta pun tak ayal ada kemacetan, maka oleh pemerintah Orde Baru mulai digalakkan pembangunan jalan layang dan tol dalam kota. Kemudian berlanjut tol Jakarta—BogorCiawi (Jagorawi), Jakarta—Cikampek, dan tol Cipularang.

Ternyata keberadaan jalan tol itu tidak serta merta mengurangi kemacetan. Faktanya, di jalan tol dalam kota Jakarta saja kemacetan adalah hal yang lumrah terjadi. Apalagi jalan tol ke luar Jakarta, penghubung Jabodetabek, banyak penglaju bekerja di Jakarta.

Jalan Tol Trans Jawa yang menghubungkan Merak—Banyuwangi, bukan juga jalan yang benar-benar bebas hambatan. Kemacetan di ruas-ruas tertentu bisa saja terjadi oleh kendala tertentu, misalnya ada laka lantas atau saat ada pemeliharaan jalan tol.

Nah, kemacetan di saat arus mudik dan arus balik pada libur lebaran Idulfitri, adalah kejadian yang sifatnya opsional, tergantung jumlah orang mudik. Musim mudik lebaran tahun lalu dan tahun ini adalah momen baru pulih dari masa panedmi Covid-19.

Di masa pandemi Covid-19 tahun 2020—2022 itu, Presiden Jokowi sempat mengeluarkan pernyataan, “mudik dilarang, pulang kampung boleh”. Lah, apa bedanya? Meski dilarang, sebagian masyarakat tetap saja melakukannya. Ada saja akal mereka bisa lolos.

Lah, iya, tho… “ke kampung aku kembali” itu adalah momen bahagia setiap orang yang memiliki memori indah pada kampung halamannya. Sejauh-jauhnya orang merantau, “ke kampung aku kembali” adalah hal yang didambakan. Apalagi bertahun tidak pulang.

Meski hal yang didambakan para perantau, tetapi tidaklah semua orang bisa mewujudkannya. Yang merantaunya antarpulau bahkan antarnegara, tentu butuh semangat dan perjuangan ekstra keras untuk bisa mewujudkan “ke kampung aku kembali” itu.

Nah, bicara perjuangan ekstra keras tersebut, anak ragil kami yang jadi “diaspora” di Jaksel, naik bus Damri pukul 22:54 kemarin (Sabtu), baru masuk kapal fery ke Bakauheni magrib tadi. Terjebak kemacetan di akses keluar tol Pelabuhan Merak.

Macet sepanjang 11 kilometer di akses keluar tol Pelabuhan Merak itu terjadi sejak Sabtu (6/4/2024) pagi kemarin. Tidak terbayang rekoso orang yang sedang puasa, sudah lanjut usia (lansia) dan anak-anak balita bila mengalami dehidrasi berjam-jam.

Lantas, asyiknya macet di mana? Jika macetnya tidak terlampau ekstrem, kendaraan masih bisa bergerak perlahan, berjalan sekian meter setiap sekian menit. Istilahnya ramai-lancar, tentu masih ada nuansa asyiknya lho. Begitu kira-kira brader!!!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...