Langsung ke konten utama

Tanjung Karang

Titik keberangkatan Bus Damri, Stasiun Tanjung Karang, Bandar Lampung, Sabtu (13/4/2024) malam.

Arus balik pasca-mudik Lebaran Idulfitri 1445 H. mulai ramai. Hibuk di pelabuhan penyeberangan Bakauheni, Lampung, dipadati kendaraan roda dua dan empat. Begitu juga pelabuhan penyeberangan Merak, Banten.

Stasiun Tanjung Karang yang menjadi titik berkumpul Bus Damri juga ramai oleh calon penumpang yang akan berangkat menuju Jabodetabek. Mereka akan kembali mulai aktif bekerja pada hari Selasa lusa.

Calon penumpang pada umumnya karyawan swasta, ASN, dan pelaku UMKM berasal dari Lampung yang bekerja di Jabodetabek. Ada pula yang hendak terus melanjutkan perjalanan ke Jateng, Jogja, dan Jatim.

Stasiun Tanjung Karang dan Terminal Pasar Bawah di masa lalu, nun jauh pada tahun '80an menjadi pusat pertarungan kekuatan para jawara. Bagi-bagi wilayah kekuasaan begitu transaksional. Siapa kuat, berkuasa.


Tanjung Karang

Puisi Zabidi Yakub

Suatu malam di Tanjung Karang, dengus kelelawar mencari buah mateng di kegelapan. Tidak jauh dari stasiun, pada sebuah kamar hotel mini, desah lelaki setengah mabuk menikmati buah dada mengkel.

Penjaja buah dada mengkel bau kencur, menawari tamu hotel meraba malam Tanjung Karang. Melihat buah dada mengkel, tamu bau anggur terpedaya mencoba, seperti apa malam di Tanjung Karang.

Cerita masa lalu, buah mateng diburu kelelawar, buah dada mengkel diminati tamu hotel. Dengus kelelawar bertingkah desah lelaki mabuk anggur, sama-sama terpedaya oleh malam yang dimiliki Tanjung Karang.

Cerita masa kini, kelelawar kehilangan jejak di mana letak buah mateng. Tanjung Karang bersolek lampu merkuri. Tamu hotel bau anggur tinggal mengirim notifikasi, buah dada mengkel dikirim ke kamarnya.

Stasiun Tanjung Karang | 13 April 2024 |


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...