Demam Duku
![]() |
Pembeli duku mengerubungi penjual, demi suguhan di hari lebaran besok (foto: zy) |
Ramadan tiba di pengujung bulan. Lapak takjil gulung layar. Penukaran uang baru rame di pinggir jalan. Pedagang duku hujan spekulasi, kalau laris dapat cuan banyak, kalau nggak habis terjual bakal busuk atau paling tidak dukunya berwajah suram alias menghitam pertanda akan menjelang membusuk.
Menjelang berakhirnya
Ramadan, harga duku sudah anjlok di 15 ribu per 2 kg bahkan 6 ribu per kg. Eh… kok, ya, sore tadi terdongkrak naik ke
10-12 ribu per kg. Apa boleh buat, karena berpikirnya suguhan lebaran kali ini
lebih afdal buah duku ketimbang nastar, maka saya beli juga karena harga 10 ribu mboten towo.
Ramadan tahun
ini berhiaskan musim buah yang gemah
ripah. Manggis dan duku jadi primadona di antara buah lainnya. Ketika duku
membanjiri pasar dengan harga yang murah meriah tak ayal bikin orang demam duku. Maka, suguhan lebaran besok
dijamin duku akan leboh dominan menggeser nastar.
Tetapi, ketupat
opor sebagai menu andalan saat lebaran tentu saja tidak akan ada yang bisa menggeser
keabadiannya. Seekor ayam kampung jantan yang kami beli di Pasar Koga beberapa
hari lalu, akhirnya dikeluarkan dari “kandang” freezer
tadi pagi dan langsung diberenangkan di santan kental kuah opor.
Gema takbir pun
berkumandang dari TOA masjid di sekujur kota Tapis Berseri. Saya susuri jalan Bypass
Soekarno-Hatta menuju Wayhalim, hanya gema takbir itulah yang dtangkap telinga.
Jalanan mulai sepi dari hiruk pikuk kendaraan pemudik dan warga yang ke mal
mencari sale atau diskon 50+20 persen.
Komentar
Posting Komentar