Sejarah Berulang


Kali pertama saya diajak teman wakuncar ke tempat yang jauh. Kota Pasuruan. Dari Malang naik bus. Makan ongkos. “Cinta berat di ongkos” namanya. Tetapi, demi cinta tentu tak ada kompromi. Pacarnya lumayan manis, pantas saja teman itu jatuh hati padanya. Masalahnya, seberapa cinta dan setia siapa yang bisa menduga kedalamannya. Anehnya, sejak itu pacar teman itu kok selalu titip salam pada saya. Apakah dia jatuh suka pada saya? Entahlah.

Cerita keponakan, dia merasa saling suka dengan suaminya sejak masa SMP. Hubungan mereka putus-nyambung, entah berapa kali. Nah, barangkali kekuatan chemistry yang mereka miliki, setelah vakum dalam nuansa putus yang bukan dalam arti berhenti sama sekali, melainkan cuma jeda karena kesibukan kuliah yang berlainan tempat. Setelah dia kejar terus, akhirnya pacarnya luluh dan mau juga. Mereka pun menyatu dalam keluarga muda di Jakarta.

Ada cewek di depan indekos jatuh suka sama saya. Sayangnya, kami berbeda keyakinan. Dia yakin saya juga suka, saya yakin nggak akan pernah suka kepadanya. Bukan. Bukan begitu narasinya. Kami berbeda akidah alias beda agama. Terang saja saya nggak mau bertindak atas nama iseng meladeninya menjalani hubungan sesaat kemudian saya tinggalkan. Bukan. Bukan tipe saya yang seperti itu. Buang energi hanya untuk mengisengi anak orang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan