Langsung ke konten utama

Si Merah “Mudik”

ruam merah di kulit (image source: halodoc)

Jadi, berkah dari Yang Maha Rahmaan dan Maha Rahiim kepada saya, berupa nikmat kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan kewajiban berpuasa bulan Ramadan tahun ini, sungguh saya syukuri. Sayangnya, terpaksa saya kudu “mecah” satu hari.

Yang membuat saya “mecah” adalah hasutan sariawan. Rongga mulut saya seperti memeram bara api, rasa panas tak ketulungan. Karena itu, saya hanya menemani istri menikmati santap sahurnya. Sementara saya sengaja nggak sahur.

Nggak sahur itu karena saya memang “niat” untuk tidak puasa keesokan harinya. Jadi sehari full saya gerujuk rongga mulut dengan larutan penyegar. Rasa panas pun berkurang, sehingga wajib puasa kembali bisa saya lanjutkan di hari berikutnya.

Nah, meski sehat dan kuat menjalankan ibadah puasa bukan berarti tidak ada halangan lain selain gempuran sariawan itu. Di hari-H Lebaran, suhu badan agak meninggi, nggak tahu ukuran tensi darah berapa, nggak sempat memeriksakan diri.

Naga-naganya, yang jadi ulah sebab adalah di hari terakhir puasa saya minum sop buah. Barangkali es batu yang dipergunakan sebagai pendingin bukan dari air matang. Hanya spekulasi menebak-tebak belaka, entah juga sebenarnya bijimana.

Efek sampingnya saya bukan murus, melainkan BAB berulang tiga kali dengan feses yang agak lunak. Di ‘Day 2’ Lebaran, keluar ruam berwarna merah di bagian punggung dan perut. Waduh, “si merah” kembali datang nih. Ikut “mudik” kali, ya.

Muncul ruam pada kulit ini dipicu oleh tingginya kadar histamin yang dilepaskan ke kulit. Tubuh menyimpan histamin di dalam sel. Ketika sistem kekebalan tubuh mengenali ancaman, ia akan melepaskan histamin dan bahan kimia lainnya.

Kadar histamin inilah yang bisa menyebabkan pembuluh darah melebar, sehingga aliran darah meningkat. Banyaknya darah yang mengalir di bawah permukaan kulit, membuat kulit terlihat ada ruam-ruam merah dan menimbulkan rasa gatal.

Umumnya salah satu penyebab ruam merah kulit adalah infeksi bakteri, virus, atau jamur. Kondisi ini biasanya akan menyebabkan ada perubahan pada warna dan tekstur kulit, disertai dengan rasa gatal pada area kulit yang berwarna kemerah-merahan.

Ini sudah kali kesekian saya alami, tetapi sebelum-sebelumnya gejala awal bukan suhu meninggi dan BAB berulang, melainkan kaki pegal. Karena sudah berulang, maka ketika kaki jadi pegal saya sudah paham tabiatnya, bakal muncul ruam-ruam merah.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...