Langsung ke konten utama

Siapa yang Gak Dermawan?

Melanjutkan perihal anjloknya tingkat kedermawanan penduduk Indonesia yang telah diposting 4 Agustus 2025, selumbari. Menurut World Giving Report (WGR), penduduk Indonesia biasa memberikan donasi rata-rata 1,55 persen dari pendapatan mereka kepada lembaga amal atau langsung penerima yang membutuhkan.

Posisi Indonesia sendiri berada di atas rata-rata global yakni 1,01 persen. Jika dibanding negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia lebih unggul daripada Malaysia, Singapura, dan Thailand. Warga Indonesia umumnya menyalurkan donasi secara langsung kepada yang membutuhkan dan melalui lembaga amal serta organisasi keagamaan.

Jepang dan budayanya | pict: Blog Bank Mega

Lantas, negara mana saja yang paling dermawan di dunia setelah menggeser kedudukan Indonesia? Berdasarkan data WGR 2025, Nigeria berada di posisi teratas negara paling dermawan di seluruh dunia. Penduduk negara tersebut melaporkan, mereka menyumbang rata-rata 2,83 persen dari pendapatan pribadi pada tahun 2024 lalu.

Sumbangan warga Nigeria tersebut termasuk donasi ke lembaga amal, organisasi keagamaan, dan pemberian langsung bagi mereka yang membutuhkan. Selain Nigeria di posisi teratas, terdapat negara-negara lain yang menyumbangkan lebih dari 2 persen pendapatan mereka ke lembaga amal seperti Mesir, China, Ghana, dan Kenya.

Dalam laporan surveinya, World Giving Report juga merilis daftar 10 besar negara-negara paling dermawan di dunia: Nigeria: 2,83 persen, Mesir: 2,45 persen, Ghana: 2,19 persen, China: 2,19 persen, Kenya: 2,13 persen, Uganda: 2,04 persen, Qatar: 1,92 persen, Uni Emirat Arab (UAE): 1,92 persen, India: 1,92 persen, dan Malawi: 1,80 persen.

Yang menjadi pertanyaan, apakah kemiskinan penduduk suatu negara memengaruhi level kedermawanannya? Hasil survei WGR seakan membenarkan tafsiran itu. Analisis WGR, orang-orang yang hidup di negara dengan pendapatan tinggi punya kecenderungan lebih sedikit memberi donasi. Nah, orang kaya justru pelit, ya, gak?

Survei WGR 2025 memberikan perbandingan sebagai berikut: Negara berpendapatan tinggi rata-rata menyumbangkan penghasilannya sebanyak 0,70 persen. Sedangkan negara berpendapatan rendah rata-rata menyumbangkan penghasilannya sebanyak 1,45 persen. Dalam kitab suci Al-Quran, lawan kata miskin bukan kaya, melainkan cukup.

Nah, orang-orang yang level kemampuannya sebatas ‘cukup’ itulah yang tampaknya lebih dermawan ketimbang orang yang kaya. Konsep sedekah atau berbagi dalam ajaran Islam rupanya lebih merasuk ke dalam jiwa orang-orang yang dilimpahi rizki hanya sebatas ‘cukup’, tapi mampu membuatnya menjadi orang yang dermawan.

Lebih lanjut, perbandingan sumbangan dengan pendapatan sebagai berikut: Negara yang punya pendapatan rendah, rata-rata menyumbang 1,45% pendapatan. Adapun negara paling dermawan di kelompok ini yaitu: Nigeria: 2,83%, Uganda: 2,04%, Malawi: 1,80%, Tanzania: 1,69%. Kendati memiliki pendapatan rendah, mereka dermawan.

Negara berpendapatan menengah bawah rata-rata menyumbang 1,43% dari pendapatannya. Ini tidak terlalu besar perbedaannya dengan Negara-negara di atas. Adapun negara paling dermawan di kelompok ini yaitu: Mesir: 2,45%, Ghana: 2,19%. Negara berpendapatan menengah atas rata-rata menyumbang 1,02% dari pendapatannya.

Adapun negara paling dermawan di kelompok ini yaitu: China: 2,19 persen, Turki: 1,77 persen, Botswana: 1,48 persen. Negara berpendapatan tinggi rata-rata menyumbang 0,70 persen pendapatannya. Adapun negara paling dermawan di kelompok ini yaitu: Qatar: 1,92 persen, Uni Emirat Arab: 1,92 persen, Arab Saudi: 1,13 persen.

Dan, tak kalah penting untuk diketahui, adalah negara mana yang paling tidak dermawan di dunia? Menurut catatan WGR, 3 dari 5 negara yang paling tidak dermawan berasal dari kelompok G7. Negara-negara tersebut adalah: Perancis, Jerman, dan Jepang. Namun, peringkat pertama negara paling tidak dermawan adalah Jepang.

Dari semua penduduk Jepang, hanya 16 persen yang berdonasi. Rata-rata sumbangan mereka dari pendapatan pribadi sebesar 0,16%. Persentase ini hampir 18 kali lebih rendah dibanding tingkat kedermawanan Nigeria. WGR 2025 merupakan pengembangan WGI yang sebelumnya dirilis secara rutin oleh Charities Aid Foundation (CAF).

Laporan ini dibuat untuk memberikan gambaran lengkap mengenai kegiatan filantropis di seluruh dunia. Mereka menghimpun data melalui survei publik di 101 negara dengan wawancara langsung, daring, dan telepon. Di Indonesia sendiri, WGR 2025 bekerja sama dengan Perhimpunan Filantropi Indonesia yang berdiri sejak tahun 2007.


Sumber: Kompas.com mengutip Antara.com

💛


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...