Langsung ke konten utama

Peringkat Kedermawanan Anjlok

Orang Indonesia terkenal dengan tabiat ramahnya. Itu kesan yang menjadikan wisatawan mancanegara selalu nyaman datang berkunjung ke Indonesia dan berinteraksi dengan penduduk lokal tempat destinasi wisata. Tapi, hal lain yang amat kental dengan budaya Indonesia adalah kedermawanannya, tolong menolongnya.

Orang Indonesia itu dermawan-dermawan, suka membantu sesama, nggak pelit-pelit amat, sangat ringan tangan. Saking dermawannya, Indonesia pernah menduduki peringkat pertama di dalam daftar negara paling dermawan di dunia. Itu dulu, tahun-tahun sebelumnya. Kini peringkat anjlok.

Ilustrasi donasi. gambar: freepik/krakenimages.com

Dari peringkat pertama dahulu, kini peringkatnya anjlok ke-21 dari 101 negara yang disurvei. Survei dilakukan World Giving Report (WGR). Menurun drastis dari laporan World Giving Index (WGI) dari Charity Aid Foundation (CAF) tahun 2024. Hasil survei itu dirilis Antara, Sabtu, 2 Agustus 2025.

Pada survei tahun 2024, Indonesia masih berada di peringkat pertama. Mengapa bisa menurun drastis sejauh 20 peringkat? Adapun yang jadi penyebab, menurut Hamid Abidin, peneliti filantrofi pada Pusat Penelitian dan Advokasi Kepentingan Publik (PIRAC), penyebabnya karena regulasi yang usang.

Dalam menghitung tingkat kedermawanan suatu negara, WGR 2025 menggunakan metodologi yang berbeda daripada sebelumnya. Kali ini, metodologi tersebut lebih rinci dan inklusif yang memasukkan aspek nilai donasi, pendapatan, serta jalur dalam pemberian donasi yang begitu beragam tekniknya.

Berdasarkan survei WGR 2025, Indonesia memiliki potensi untuk memimpin jika dukungan kebijakan pemerintah dan akuntabilitas lembaga kian lebih ditingkatkan. Indikator kebijakan pemerintah dan akuntabilias lembaga donasi menjadi hal penentu negara dikatakan/termasuk dermawan atau tidak.

Hamid memberikan contoh, UU No. 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) belum direvisi. Padahal peraturan itu sampai saat ini masih menjadi rujukan bagi aktivitas lembaga penggalangan dana di Indonesia. Selain itu, juga pentingnya kebijakan insentif pajak di Indonesia.

Kebijakan insentif pajak di Indonesia ini tertinggal jauh dibandingkan negara-negara Asia Tenggara. “Potensi kedermawanan ini bisa lebih optimal jika pemerintah segera merevisi regulasi PUB yang sudah usang dan meningkatkan insentif pajak yang masih minim,” ujar Hamid Abidin kepada Antara.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...