Langsung ke konten utama

Angkringan Mbak Agil

Angkringan mbak Agil depan rumah kakak di Pacitan ini idola keluarga. Kuliner yang dijual tentu saja khas angkringan, yaitu sego kucing. Tetapi yang legend dan jadi idola kami adalah pisang goreng wijen (diberi toping taburan wijen) dan wedang jahe.

Selama stay delapan hari di Pacitan, semenjak Jumat silam hingga Sabtu hari ini, ditunggu-tunggu nggak juga buka. Eh, ndilalah malam ini buka, langsung deh kami gasken menikmati sego kucing dan pisgor wijen serta minum wedang jahe. Gak sia-sia nunda pulang.

Angkringan mbak Agil idola keluarga

Foto angkringan ini saya share di grup WA keluarga, ada yang merasa gelo lho karena jauh hari sebelum berangkat dari Trowulan, Mojokerto, mewacanakan pengin menikmati sego kucing dan pisang goreng wijen di angkringan mbak Agil. Penasaran kayaknya.

Tapi, hingga pulang kembali ke Trowulan pagi tadi, apa yang diharapkan tak kesampaian. Hanya kuliner makanan berat-berat yang kelakon, seperti ayam goreng krispi Mekar Jaya, soto langganan keluarga Pak SBY di Kebonagung, dan sego pecel Madiun.

Bakda salat Isya di Masjid Agung Darul Falah, saya sempatkan keliling alun-alun melihat apakah ada perbedaan antara malam Minggu dengan malam-malam hari biasa. Oh, air mancur di tengah alun-alun disetel berjoget ria. Khusus malam Minggu.

Pengunjung lumayan ramai, keluarga membawa anak balita main gokar dan sepatu roda. Main prosotan dan menonton air mancur yang joget. Pasangan yang mojok di keremangan taman juga asyik mengobrol menganyam masa depan dengan kekuatan kata-kata.

Artinya, di malam Minggu suasana alun-alun lebih menghibur dibanding malam-malam biasa. Tentu saja di malam Minggu mesti dibuat lebih agar paling tidak saat itulah penjual kuliner bisa meraup rezeki lebih banyak dari hari biasa agar tidak boncos amat.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...