Langsung ke konten utama

Rumah 60 Ribuan


“Hanya dengan 60 ribu per hari.” Wow, rumah berkonsep kluster itu diiklankan dengan apik. Sekilas akan menarik minat calon konsumen. Begitulah strategi marketing dalam berdagang (memasarkan) produk apa pun wujudnya.

Di TikTok berseliweran konten agen properti menawarkan rumah dengan range harga 300—500 juta. Properti yang mereka tawarkan tentu saja menyasar Gen Z yang gaji UMR-nya bakal disunat Tapera. Mampukah mereka?

Ya kali kalau gajinya seukuran UMR Bekasi, bisa saja membuat pos tabungan perumahan. Lah kalau daerah yang UMR-nya kecil, piye? UMR DKJ (Daerah Khusus Jakarta) saja masih agak bingung mengatur pos anggarannya.

Alhasil, masa depan Gen Z dalam hal kebeli rumah penuh perjuangan. Kerja keras saja tidak cukup, dibutuhkan kerja cerdas. Harus dibarengi dengan mencari pekerjaan freelance yang serius tapi santai dan dapat cuan besar.

Second job di luar job yang sifatnya mengikat seperti karyawan kantoran, nyatanya banyak dilakukan orang-orang dari berbagai profesi bahkan dari etnis yang streotipenya dianggap orang kaya seperti chindo yang kami temui.

Grab Car yang saya dan istri tumpangi dari Cikini ke Stasiun Gambir rupanya disupiri seorang chindo. Demi apa coba seorang chindo masih kerja sampingan mencari tambahan hingga 500 ribu. “Lumayan 500 ribu,” kilahnya.

Kebetulan plat mobilnya genap sementara hari itu harusnya berplat ganjil yang boleh ngaspal. Demi menghindari tilang yang aduhai nanti, ia lewat jalan yang tidak terkena zona ganjil-genap. Ia hapal medan jelajahnya. “Nggak apa-apa, yang penting sampai, kan?,” tanyanya.

Sambil nyetir mobil seraya menyimak alunan motivasi dari perangkat audionya, ia mulai berkelakar tentang beratnya perekonomian, tentang paslon nomor urut 02 dan pemilihnya, tentang mengapa ia nge-Grab. “Buat cari tambahan biaya anak sekolah,” kilahnya.

Melihat penampilannya, saya berasumsi anak-anaknya baru seusia SD. Tentu sekolahnya di sekolah milik Yayasan atau sekolah bonafide yang SPP-nya aduhai. Maka, wajar kalau ia iseng-iseng nge-Grab buat cari tambahan biaya sekolah anaknya yang tentu saja bermutu.

Nah, apalagi anak-anak yang baru masuk PT apa nggak mual orang tua mendengar UKT yang naik 500—600 persen. Beruntung banget belum diberlakukan tahun akademi 2024/2025 ini. Kalau langsung berlaku, niscaya asam lambung orang tua bakal ikut-ikutan naik.

Tetapi, ke depan tak urung UKT selangit itu bakal diberlakukan. Tahun ini hanya sekadar ditunda buat meredam protes. Ke depan harga properti bakal tambah mahal, takkan ada lagi “rumah 60 ribuan”. Ke depan kehidupan akan terasa semakin sulit sesulit-sulitnya.

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...