Hari ini 30 September, masih seperti tahun-tahun yang lalu, TV One kemarin malam memutar ulang film “Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI” - Tahun kemarin atau kemarinnya lagi (agak lupa), saya sudah menulis di blog ini tentang film legendaris itu ditayang-ulangkan oleh TV One.
Yang juga masih segar dari peristiwa mengerikan, selain pembantaian perwira TNI oleh PKI,
adalah peristiwa keracunan MBG yang menimpa ratusan pelajar SMP Bandung Barat. Betapa
menyedihkan nasib bangsa ini, kehendak membuat anak bergizi kok yang terjadi malah bikin mereka keracunan.
![]() |
| Ilustasi "MBG" pinjam pakai punya Tempo |
Bagi
saya, tragedi keracunan itu menimbulkan tanya, kok
tidak ada keterangan mengenai apa sebab terjadinya keracunan. Tidak pentingkah
menjelaskan? Yang terdengar kebisingan sendiri-sendiri di kelimun masyarakat karena
tidak ada pihak berwenang menghibur kesedihan orang tua.
Atau
memang sengaja menyembunyikan peristiwa mengenaskan, menyedihkan, dan
memprihatinkan itu di bawah ompreng
(wadah makanan) gratis itu. Ah, jadi serba salah mesti berkata apa
(menuliskan apa). Ya, sudahlah saya tulis saja solilokui (igauan) dalam bentuk puisi. Upaya menghibur diri sendiri.
MBG
(Mari Bersama Ger-geran)
Puisi
Zabidi Yakub
Raung
ambulan datang dan pergi
susul menyusul menjemput dan mengantar
korban keracunan santapan gratis
dijemput di sekolah dikirim ke rumah sakit
kesibukan baru bagi dokter dan paramedis
ruang gawat darurat dan bangsal perawatan
jadi penuh tubuh anak-anak yang lemah
ruang tunggu penuh orang tua yang syok
memeram diam, tapi amarahnya mendidih
di dalam hati yang menjerang geram
Saya
jadi teringat di masa pandemi Covid
rumah sakit penuh pasien yang diantarkan
atau yang dijemput paksa diam-diam
dokter dan paramedis kewalahan, kelelahan
tumbang, dirawat, dan akhirnya berpulang
Tanah
pemakaman menyambut yang datang
korban hanya diantar ambulan dan petugas
dimakamkan dengan protokol covid ketat
keluarga hanya boleh menonton dari kejauhan
betapa derajat manusia hina di mata penyakit
Padahal
korban yang mati dibunuh Covid
orang berpangkat, bernama, bermartabat
karena mereka pejabat, kaya, dan dihormati
semua direndahkan oleh virus segede upil
kendati segede upil, virus itu bisa dideteksi
dikenali, bahkan diberi nama agar bisa dipanggil
namanya disebut dan ditulis di koran-koran
sampai ditanam di ingatan dan dikenang
si itu dan si anu, dahulu mati karena Covid
jadi prasasti sejarah bagi kematian seseorang
Saya
jadi bertanya-tanya, sebodoh apa mereka
kok tidak bisa menemukan penyebab keracunan
apa tidak bisa diteliti sedikit sisa makanan
atau karena gratis hanya boleh didiamkan saja
dianggap bukan tontonan lucu bikin ger-geran
Saya
jadi menduga-duga, sebatas menduga
karena gratis, pertanyaan tak pantas digubris
disembunyikan di bawah ompreng absurditas
tak tahu harus bertanya apa dan kepada siapa
betapa hina martabat orang di mata penguasa
Kemiling
Permai, 30 September 2025

Komentar
Posting Komentar