Langsung ke konten utama

5 Kabupaten Ini Miskin

Dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat ke daerah-daerah, itu memang patut dipertanyakan apa peruntukannya. Jika dialokasikan untuk kepentingan rakyat (khususnya masyarakat di provinsi Lampung), maka pos-posnya apa saja?

Di provinsi yang baru saja mensosialisasikan logo provinsi hasil desain ulang dari yang sebelumnya menjadi yang baru, di mana tagline-nya “Sang Bumi Ruwa Jurai” diganti menjadi “Sai Bumi Ruwa Jurai” ini ternyata ada 5 kabupatennya tergolong miskin.

| Logo Provinsi Lampung yang lama dan yang baru | gambar: hasil tangkap IG @lampung

Nemu di Threads nih. Akun @meyy_line yang kasih info mengutip data BPS terbaru. BPS adalah lembaga kredibel yang bebas nilai dan campur tangan, bekerja serius untuk mengumpulkan fakta di lapangan dan menyiarkannya secara transparan ke muka publik.

5 kabupaten termiskin. Urutan (5) Pesawaran, sekira 12 persen penduduknya hidup pas-pasan. Pantainya indah, turis berdatangan, tapi apakah warganya ikut sejahtera? Jangan sampai keindahan pantai cuma untuk brosur wisata, bukan untuk isi dapur rakyat.

Urutan (4) Pesisir Barat. Diperkirakan 12,64 persen warganya miskin —angka yang cukup tinggi untuk daerah sekecil ini. Akses kesehatan dan pendidikan harusnya jadi prioritas, bukan cuma menunggu datangnya proyek di musim pemilu yang sesaat.

Urutan (3) Lampung Selatan, lebih dari 130 ribu jiwa masih hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal daerah ini selalu dijual sebagai wajah pariwisata dan investasi provinsi Lampung. Wisata boleh maju, tapi jangan dilupakan, warganya perlu makan 3x sehari.

Urutan (2) Lampung Timur. 13,19 persen penduduk miskin atau sekitar 142 ribu orang. Ini juara jumlah kemiskinan terbanyak, tempati urutan (1) Lampung Utara. Persentase kemiskinan di sini tembus 16,92 persen. Artinya, hampir 1 dari 6 orang, miskin.

Hey, gaes, patut dipertanyakan apakah dana desa dan program pemberdayaan beneran nyampe ke lapisan masyarakat paling bawah atau cuma berhenti di baliho peresmian? Apalagi pemerintahan sekarang berinisiatif membentuk Koperasi Merah Putih.

Angka-angka di atas bukanlah angka main-main, melainkan hasil sensus yang dilakukan petugas dari BPS —ini alarm keras bahwa kebijakan harus diubah. Bukan cuma bikin tugu dan potong pita, melainkan harus ada political will (komitmen) menyejahterakan.

Status miskin warga di 5 kabupaten di atas bukan sekadar hasil cacah statistik dari laporan BPS, melainkan soal harkat martabat kemanusiaan. Soal perut yang tak boleh dibiarkan lapar, soal masa depan anak-anak dan harga diri 5 kabupaten ini.

Makna pembangunan sejati bukan soal seremonial dan foto-foto, melainkan soal rakyat yang bisa hidup lebih layak. Dengan gelontoran dana desa dari pusat, harusnya rakyat yang hidup sejahtera mudah dibikin. Syaratnya, butuh keseriusan para pimpinan daerah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...