Langsung ke konten utama

Bukan "Lokapasar"

Kendati berulang kali setiap perjalanan mudik ke Pacitan, niscaya singgah dan menginap di hotel murahan di kawasan Dagen, Malioboro, namun belum pernah melongok ke Pasar Klithikan Sentir di seberang Pasar Beringharjo, bisa diakses jalan kaki.

Sewaktu SMA dan kuliah tahun '80an, saban minggu saya blusukan di pasar loak gang pasar Beringharjo. Hasilnya? majalah Tempo yang nomornya urut. Saya bayar dengan harga 100 rupiah per eksemplar. Lalu, saya bundel, senang banget dapat beberapa bundel.

Pasar Klithikan Sentir | foto hasil tangkap reels Instagram @jogjaku

Selain pasar loak gang Beringharjo, yang juga sering saya satroni adalah Shopping Center, pusat jual beli buku bajakan. Cari tex book kuliah. Ada juga sih buku asli, tapi sudah tidak baru karena bekas pakai. Sudah penuh coretan, catatan, dan stabilo warna-warni.

Pasar Klithikan Sentir ini, untuk sekadar melongok saja tanpa membeli sesuatu, memang butuh waktu khusus, yaitu malam hari karena jam bukanya pukul 18 dan jam tutup di pukul 23. Siang hari, di lokasi itu peruntukannya jadi lahan parkir Pasar Beringharjo.

Teras Malioboro 2

Bicara perihal pasar, tripadvisor.co.id menyebut ada 10 lokasi "pasar loak dan kaki lima" terbaik di Jogja, yaitu: Pasar Beringharjo, Kranggan, Ngasem, Pasar Burung, Pasar Legi Kotagede, Pasar Organik Milas, Pasar Sore, Teras Malioboro 1, Teras Malioboro 2.

Nah, yang kesepuluh, ini agak laen karena tidak buka setiap hari, tapi setahun sekali. Yaitu, Pasar Sekaten Night Market. Teras Malioboro 1 (eks bioskop Indra), tempat saya dan istri ngopi setelah Lumpia Samijaya dan nasi pecel depan Pasar Beringharjo direlokasi.

***

Judul tulisan ini "Bukan 'Lokapasar'" karena memang bicara tentang pasar loak. "Lokapasar (marketplace) adalah sistem yang berupa platform digital, memiliki peran mempertemukan penjual dan pembeli untuk bertransaksi jual beli barang atau jasa secara daring."

"Lokapasar mirip dengan pasar tradisional, namun dalam bentuk situs web atau aplikasi. Lokapasar berfungsi sebagai pihak ketiga yang menyediakan fasilitas serta layanan untuk bertransaksi, seperti pembayaran dan pengiriman, serta menjadi wadah bagi pedagang untuk menawarkan produk mereka."

***

Nah, itulah uraian mengenai "lokapasar" yang saya kutip mentah-mentah dari google.com berdasarkan "Ringkasan AI". Menyimpang memang, antara yang dibahas di dalam tulisan, yaitu mengenai pasar loak, sementara judulnya ada frasa "loka" dan "pasar" yang berupa platform. Tapi, loak dan loka, agak mirip, ya!

Saya tergerak nulis tentang pasar klithikan sentir karena pariwisata.jogjakota.go.id - situs web milik Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta mengangkatnya jadi artikel pada 15 September 2025. Jadi, tak melulu perihal destinasi wisata atau kuliner, bahkan pasar loak pun layak "dijual" sebagai daya tarik pariwisata.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...