Bakda Jumat tadi 'kita' diajak makan siang di Seruit Buk Isah. Sejak gerai makan ini buka, ada dua gerai penyaji menu serupa yang berdekatan jadi redup. Seruit adalah sambal khas Lampung. Yang biasa digandengkan dengan ikan lele, gurame atau nila (goreng atau bakar). Sambalnya bertoping terasi.
Tetapi, yang masih bisa dianggap agak umum adalah menggandengkannya dengan pindang (patin, gabus, dan baung). Yang membuat gerainya Buk Isah ramai pengunjung adalah sambal dan lalapan yang nggak kira-kira, seabrek-abrek, serta turah-turah karena saking banyaknya. Nggak ada istilah mubazir di sini.
![]() |
| Pindang Patin di Sambal Seruit Buk Isah |
Ini agak laen. Pada gerai yang redup itu --ini yang membuatnya redup-- sambalnya dihargai sendiri, lalapan pun sendiri, apatah lagi nasi dan lauk yang dipilih serta minuman-minumannya, serba dihargai sendiri-sendiri. Tarif per item, itu yang membuat konsumen yang tadinya setia, kabur meninggalkan.
***
Barusan tadi, bakda Isya, 'kita' diajak ketemuan untuk kali pertama dengan besan atau sabai kata orang Lampung. Bertempat di Begadang Resto, Kupang Teba, Telukbetung. Kendati kali pertama, pertemuan bisa menemukan kemistrinya. Obrolan alakadar karena pertama, bisa cair dan nyambung.
Ini juga agak laen. Tautan umur yang lumayan jauh di antara kami, semacam hal yang membagongkan. Usia besan itu ijik enom tenan. Kelahiran tahun 1970-an pada saat itu diberlakukan ejaan baru menggantikan ejaan lama sehingga diberlakukan EYD (ejaan yang disempurnakan). Sementara kami generasi boomers.
Yang membagongkan, kumaksud, adalah anak-anak yang terikat pernikahan itu memanggil 'kita' Oom dan Bulik karena keponakan. Besan yang usianya di bawah 'kita' itu mesti 'kita' panggil apa? Ending ini cerita, yang ngajak 'kita' makan adalah kakak yang akan bertemu untuk kali pertama dengan besan itu.
***
Dunia bulat bundar, isinya bisa tumpah ketika dunia bergulir dari ufuk timur menuju ufuk barat. Begitu pula manusia, bisa tergelincir apabila tidak pandai-pandai menjaga keseimbangan. Apalagi yang mudah diombang-ambingkan dunia yang penuh tipu-tipu, ketipu atau menipu. Jadi korban atau bikin korban.
Perkawinan adalah dunia kecil. Laki dan perempuan yang mengikatkan diri dalam tali perkawinan, adalah orang yang menipu dan tertipu. Seperti berjudi, ada yang menang dan ada yang kalah. Yang menang akan menjadi kaya raya dan yang kalah akan merugi besar. Namanya juga judi, spekulasi. Gak untung, ya, rugi.
Bagaimana supaya tak jadi penipu dan tak kena tipu? Itulah gunanya antara laki dan perempuan saling mengenal, memahami karakter, menyatukan visi misi, dan konsep perkawinan dalam sebuah dialog dari hati ke hati dengan kepala dingin, membuang ego dan berharap tuntunan Sang Maha Penuntun.

Komentar
Posting Komentar