Langsung ke konten utama

Manjau Dibingi

Di zaman saya SD hingga SMP, zaman radio transistor satu-satunya hiburan, ayah saya memiliki radio merek Philips 4 band. Pukul 06.15 AM si ayah stand by menyimak berita dari BBC London.

Begitu pun pukul 20.00 atau 8 malam, kembali ayah menyimak dengan khusyuk berita radio itu setelah lonceng menara Big ben penanda waktu berdentang beberapa kali diikuti terompet corcerto yang khas.

Kakak Wanseha yang berpenampilan mbois

Selesai berita BBC malam, saya mengambil alih radio untuk mendengarkan acara Manjau Dibingi di RRI Tanjungkarang (kini berganti RRI Bandar Lampung). Acara berkirim salam dan lagu berbahasa Lampung.

Para pengasuh (istilah sekarang pengampu) acara ini, di antaranya Bang Djamil Samidin, Kak Wanseha, Kak Ratna Djuwita, Kak Mintarsih. Mereka siaran secara bergantian sesuai jadwalnya mereka masing-masing.

Wanseha, kebetulan sering ke Perum BKP. Tetangga depan rumah yang kami panggil datuk dan andung, adalah saudaranya yang dipanggilnya kakak karena sedaerah asal, Kota Agung, kabupaten Tanggamus.

Seperti inilah radio Philips 4 band kepunyaan ayah saya untuk ia menyimak berita BBC London

Beberapa kali tiap ke Perum BKP, saat hendak pulang ke rumahnya di Jl. Purnawirawan Gang Swadaya VII, minta tolong pesankan taksi online sebab sepertinya beliau tak punya android atau kurang paham aplikasi.

Biasanya istri saya yang memesankan. Saya sudah lama pengin minta foto bersama dengannya, tapi sering momennya tidak pas. Kemarin saat beliau kembali minta tolong, saya minta izin memotretnya.

Kebetulan saya yang memesankan gocar untuknya. Beliau kaget kok saya bisa bicara bahasa Lampung, "Memang ia orang Lampung," kata andung memberi penjelasan tentang dari mana asal usul saya.

Berkatalah saya kalau dulu waktu SD dan SMP sudah mengenal nama beliau lewat RRI sebagai pengasuh Manjau Dibingi. Dan, mengobrol tentang itulah kami sambil menunggu gocar tiba untuk menjemputnya.

Saya tanya usianya, 78 tahun. "Tua-tua sehat." Djamil Samidin sudah berpulang. Ratna Djuwita spesialisnya untuk bahasa Lampung dengan dialek Nyow atau O. Orangnya masih ada, begitu juga dengan Mintarsih.

"Di waktu HUT RRI kemarin kami kumpul," katanya. Wah, "reuni" kecil-kecilan. Dahulu, di masa wali kota Suharto, Kak Wanseha ini paling sering ditunjuk jadi master of ceremony di kantor maupun rumah dinas.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...