Kecewa Berlipat
Malam tadi makan pecel lele di Laskar Lamongan samping Gang Caturtunggal Kemiling Estate, yang melayani saya lihat orang baru. Hasilnya? Pelayanan lelet. Yang datang belakangan dilayani duluan.
Sungguh di luar ekspektasi, pesan ayam bakar nggak cepat saji. Hingga makan kelar, lalapan tak terhidang kalau tidak dikonfirmasi. Dihidangkan juga akhirnya, tetapi tak ada gunanya juga wong, mangan wes bar.
Kecewa? Tentu. Tetapi tak sepatah kata protes kami muntahkan. Selesai makan dan bayar kami ngeloyor pergi melanjutkan maksud ke klinik Kosasih Kemiling buat berobat, tetapi sayangnya sudah tutup. Pulang.
***
Buat mendapatkan kondisi kesehatan prima, saya ke klinik CS di jalur dua BKP. Apadaya pukul 08:00 jam praktek dokter hanya di plang nama doang. Aslinya seperti biasa. Ngaret. Tahu sendirilah negeri plus 62.
Ngaret atau menyimpang jauh dari yang ditetapkan atau ditentukan adalah kenyataan pahit yang mau tidak-mau harus diterima dengan lapang dada. Kalau tidak ada pilihan lain tentunya. Kalau ada beralihlah.
Masalah pilihan, ada banyak klinik sih. Tetapi, saya kadung datang dan niatnya berobat. Masa iya saya tinggal pergi. Maka, dengan meninggikan tingkat kesabaran, saya mesti tunggu hingga dokter datang.
***
Sepagi ini saya kembali menemu kenyataan, betapa ngaret sudah membudaya. Menggejala di mana-mana, dalam hal apa pun. Dilakukan dan dialami siapa pun, timbal balik. Terjadi berimbang. Impas.
Dilakukan siapa pun, termasuk saya. Diterima siapa pun, termasuk saya. Artinya, orang tidak bisa bebas sama sekali dari ngaret oleh siapa dan kepada siapa. Maka, pesawat jadi delay. Calon penumpang enjoy.
Di masa lalu "kereta terlambat dua jam mungkin biasa" kata Iwan Fals. Tetapi, kini sudah tidak lagi. Di jalan tol saja masih kerap terjadi kemacetan. Maka, pernah ada kasus Brexit di exit tol Brebes Timur.
Komentar
Posting Komentar