Langsung ke konten utama

Hujan Cerita

Puas benar hujan melanda sedari kemarin siang. Siang tadi diulangnya lagi menumpahkan seolah semua air simpanannya. Banjir sampah terjadi.

Kemarin pukul 16:15 anak yang di Jakarta meng-share video kondisi hujan dan banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Air meluap ke mana-mana.

Tampaknya, begitu memasuki tahun baru, musim penghujan membuntuti. Entah kapan puncak musim hujannya kalau begini. Apakah hingga habis pemilu?

Di masa kampanye caleg dan capres/cawapres hujan duit di mana-mana, tengoklah Gibran bagi-bagi angpau ke santri, tengok Miftah bagi-bagi amplop.

Santri atau rakyat terima saja dibagi amplop, tetapi persoalan memilih apa tidak caleg, capres/cawapres bersangkutan dengan amplop, ya, wallahu'alam.

Ya, dua hari ini hujan benar-benar menumpahkan air. Beberapa hari berlalu hanya gerimis tipis-tipis saja, sekadar numpang lewat. Tadi hujan mampir di sini.

Di pelataran kami, di jalan depan rumah air lewat berbaju coklat datang dari jauh, luber dari drainase depan masjid yang tidak terus ke tetangga di bawah.

Di bawah curahan hujan deras siang tadi, kolega istri mampir sepulang sekolah. Mereka sempat ketimpa hujan sebelum tiba depan pagar dan masuk rumah.

Mereka saling tukar tawa, hujan cerita bercucuran. Saya nimbrung tipis-tipis. Karena memang sudah akrab, bercanda, biasa jalan-jalan dan makan bareng.

Kolega istri pulang setelah hujan reda, saya ke Bu Yunus Busana, hujan datang mengejar. Sebentar jeda lalu ke Etaria beli kue bangkit, pulang masih gerimis.

Mbak Yul sekeluarga dari Mojokerto datang. Salam sapa, tanya kabar dan perihal rencana hajatan, apa dan siapa calon besan dan mantu. Hujan cerita.

Kangen belum begitu tiris di saat hujan belum reda sempurna, habis magrib mereka pulang hendak cari makan di luar. Azan Isya, saya gegas ke masjid.

Pulang dari masjid sudah ada Siti (Bu RT 13), disusul suaminya (Pak RT), kami mengobrol. Hujan cerita berlanjut tentang kepo tetangga hingga pukul 22:14.

Minum obat bikin lapar mulu, buat memadamkan kelaparan saya cari nasgor. Nggak jauh, di bundaran BKP ada, depan mini market IDSA atau Klinik IDS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...