Menemukan Kemajuan
![]() |
Jemaah pentakziah antre mengambil makan di meja prasmanan di bawah tarup yang sederhana. (foto: zabidi yakub) |
Tahlil hari/malam ketiga (niga hari) bakda magrib dilaksanakan di surau Muhajirin. Selesai tahlil langsung disambung salat Isya. Kemudian jemaah ke rumah sahibul musibah untuk menyantap hidangan makan malam a la prasmanan.
![]() |
Menikmati hidangan yang disajikan a la tanjar buntor, sebuah tradisi di daerah Lampung dan Palembang yang mulai memudar. (foto: Baceday Media) |
Sudah tidak ada lagi hidangan a la tanjar buntor atau tanjar kejung seperti dahulu. Entah sejak kapan cara prasmanan ini diterapkan dan oleh siapa yang memulainya. Tetapi, dipikir-pikir model prasmanan lebih praktis, maka mulai banyak dipakai.
Saya jadi seperti menemukan kemajuan budaya sekaligus kehilangan budaya. Budaya hidangan a la tanjar buntor atau tanjar kejung yang biasa dilakukan di masa lalu ternyata sudah digantikan budaya hidangan a la prasmanan yang simpel.
![]() |
Hidangan makan disajikan a la tanjar kejung, tradisi di Lampung dan Palembang yang mulai memudar. (foto: MerahPutih) |
Kemudian menu yang tersaji khas Ranau asli yaitu gulai peros ikan mujahir, sop, ayam sayur, dan telur bumbu kecap. Air minum dalam kemasan juga produk lokal dengan brand name "Dua Muara". Pabriknya di Simpang. Wah, betul-betul lokal punya.
Catatan:
1. Tanjar buntor (disajikan bulat atau melingkar), yaitu hidangan makan yang ditata membentuk bulat atau bundar.
2. Tanjar kejung (disajikan memanjang), yaitu hidangan makan yang ditata memanjang.
Komentar
Posting Komentar