Langsung ke konten utama

Air Mata Anak-anak

Masih ada sisa senyum dan tawa ceria dari tetes air mata anak-anak IX-B yang mengabadikan momen terakhir kebersamaan mereka dengan ibu guru mereka yang akan purna bakti besok Kamis. (foto: kyla IX-B)

Pulang dari mengajar, istri membopong buket bunga. Rupanya itu persembahan anak-anak didiknya di kelas IX-B. Tidak hanya bingkisan buket bunga itu, dia juga mendapat tangisan dari anak-anak yang mulai hari Kamis nanti akan ditinggalkannya.

Air mata anak-anak yang menangisi guru mereka yang akan purna bhakti, tentu bukan sekadar menangis asal nangis, melainkan air mata mengandung kesedihan sebab sedang nyamna-nyamannya belajar tiba-tiba berhenti di tengah jalan tidak sampai akhir semester.

Penginnya anak-anak itu diantarkan dia sampai akhir semester atau ujian kenaikan kelas Juni nanti, tetapi apadaya istri saya pensiunnya TMT 1 Februari ini. Mau tidak-mau anak-anak itu harus rela melepasnya dan ikhlas menerima guru pengganti, apa pun rasanya.

Setiap guru punya cara mengajar masing-masing, setiap anak didiknya punya rasa masing-masing. Ada yang merasa guru A cara mengajarnya enak sedangkan guru B tidak enak. Enak dan/atau tidak enak itu saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Menggenapkan.

Bila bertemu guru yang enak cara mengajarnya, waktu berlajar yang singkat dirasa kurang oleh anak didik. Pun bila bertemu guru yang tidak enak, waktu yang singkat dirasa lama oleh mereka. Bertemu atau tidak bertemu itu mutlak, menyukai atau tidak itu pilihan.

Ketika guru yang enak cara mengajarnya itu pensiun, tidak ada yang lebih berharga bagi anak-anak itu selain rasa kehilangan. Dan, perihal meneteskan air mata itu adalah cara mereka mengekspresikan rasa kehilangan. Air mata yang tulus dan pasrah menerima kenyataan.

Kebalikannya, ketika guru yang tidak enak mengajarnya itu pensiun, tidak ada yang lebih melegakan bagi anak didik selain terbebas dari rasa boring dengan waktu belajar yang tidak menggairahkan. Tangisan bisa jadi ada. Maknanya mungkin berbeda dengan menangisi guru yang enak mengajarnya.


Buket bunga persembahan anak-anak kelas IX-B (Senin, 29 Januari 2024), terima kasih 💝💝💝 Buket bunga by: @Buket_Fisagallery


Di bawah ini goresan pena pada secarik kertas yang terselip di buket bunga.


Senin, 29-01/24

From : Melody, Keni, Kyla, Finna, Maura, Adinda, Nadila, Yosi, Nesa, Ayra, Audi.

To : Ibu Rum Astuti

“Terima kasih ibu atas ilmu dan jasanya yang sudah ibu berikan kepada kami. Semoga semua ilmu yang ibu berikan selalu bermanfaat untuk kami. Kami sedih, ibu cuma sebentar ngajar kami, tapi di umur ibu memang sudah seharusnya ibu nikmatin dan banyak istirahat di masa tua ibu. Semog ibu selalu ingat kami, ya, Bu! Maafin kami yang selama ini banyak kekurangannya, selalu bikin ibu emosi, tapi kami seneng bisa kenal ibu, kami juga saying sama ibu. Semoga ibu panjang umur dan sehat selalu, dilindungi oleh Allah & selalu diberikan kebahagiaan bersama keluarga ibu. See U next time, Ibu. Full of love (emoji hati).”



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

JULI

Bulan Juli lingsir ke ujung cakrawala, banyak momen penting yang ditinggalkannya. 23 Juli 2025 Perpustakaan Nasional Press (Perpusnas Press) RI merayakan HUT ke-6 bareng dengan peringatan Hari Anak Nasional. Di negara kita, HAN tanggal itu. Hari Anak diselenggarakan berbeda-beda di berbagai tempat di seluruh dunia. Ada Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni. Ada pula Hari Anak Universal, diperingati setiap tanggal 20 November. Negara lain pun memiliki hari anak sendiri-sendiri. Ilustrasi, kalender meja (picture: IStock) Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, akhirnya  menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. 13 tahun sastrawan dan seniman berjuang meraih pengakuan atau legalitas itu sejak kali pertama dideklarasikan di Pekanbaru. Adalah Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri yang menginisiasi deklarasi HPI bersama 40 sastrawan, seniman, dan budayawan dari berbagai daerah Indonesia. Deklarasi hari puisi Indonesia ...