Langsung ke konten utama

Sepasang Sepatu

Image Source: Riseloka.com

Sepasang Sepatu


Puisi Zabidi Yakub

Sepasang sepatu saling melengkapi
Kiri kanan seiring sejalan
Melangkah bergantian
Tidak menaruh iri apalagi benci

Tidak ada yang merasa didahului
Tidak ada yang merasa ditinggalkan
Satu per satu diangkat kaki yang memakai
Satu per satu mengikuti kehendak tuan

Sepasang kekasih bisakah seperti sepatu?
Sepasang suami istri juga bisakah meniru?
Seperti sepasang sepatu, saling menggenapi
Seperti sepasang kaki, membawa sepatu pergi

Hendaknya iya, kedua belah kaki selaras
Membawa sepatu dengan mengangkat
Menapak jalan, bukan menghempas 
Perlahan dijejakkan lalu kembali diangkat

Tidak terasa perjalanan kaki demikian jauh
Keduanya, yang kiri dan kanan tidak lelah
Apalagi kedua pasang sepatu, tetap tangguh
Ke mana pun dibawa pergi, hanya pasrah

Seperti sepatu, kiri dan kanan melengkapi
Seberapa jauh dibawa pergi tidak mengeluh
Hendaknya iya, sepasang kekasih atau suami istri
Hidup berdampingan penuh asah, asih, dan asuh


Bandar Lampung, 15 Januari 2024 | 22:48 |


Wanita, Sepatu, dan Mahkota

Seorang pemuda bisa saja membuang sepatu yang sudah tidak lagi nyaman dipakai lalu membeli sepatu baru yang lebih bagus. Sangat mungkin pula akan memperlakukan wanita kekasihnya seumpama sepatu, bisa ia buang bila sudah tidak mencintainya atau sudah menemukan wanita lain yang dianggapnya lebih cantik dan begitu menyenangkan.

Jika ada pemuda berkata, “Wanita itu seperti sepatu, akan ia buang dan mengganti dengan yang baru, lebih ayu dan anggun serta memikat hatinya.” Maka, bisa jadi itu sebuah pembenaran menurut dirinya pribadi, ia menganggap wanita seumpama sepatu karena si pemuda memosisikan dirinya tak ubahnya bagaikan kaki, bagaikan ceker.

Jika ada pemuda berkata, “Wanita itu seperti mahkota. Karena itu, ia tinggikan derajatnya seperti halnya mahkota yang dipakaikan di kepala.” Maka, si pemuda akan menjaga mahkota agar tampak begitu anggun. Begitupun ia akan memperlakukan wanita yang dikasihinya semulia mungkin karena ia memosisikan dirinya bagaikan seorang raja.

“Sesungguhnya saat seseorang memperlakukan orang lain dengan buruk, bisa jadi karena memang dasarnya dirinya sendiri juga buruk.”

“Sesungguhnya manusia tanpa sepatu masih bisa berjalan meski nyeker. Pun tanpa kaki, manusia masih bisa hidup. Tetapi, tanpa kepala, hakikat seorang manusia tidak lagi bernyawa, tak ubahnya bangkai tikus di jalan.”

Salam kebajikan!!!

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...