Langsung ke konten utama

Langkah Awal

Ilustrasi, image source: SoundCloud

Usai sudah segalanya. Izin cuti menikah habis, saatnya anak mantu kembali ke tempat bekerja. Di rumah kami mereka menginap satu malam, siang tadi usai packing mereka mengambil laundry sekalian pamit ke rumah besan dan malam habis magrib ke pool Damri Stasiun.

Pagi tadi terlebih dahulu ke klinik di Jl. Teuku Cik Di Tiro, Kemiling atas. Mereka berdua, seperti kompak, kena demam semua. Faktor lelah tentunya. Menempuh perjalanan jauh dari Surabaya, si anak tentu lumayan terganggu oleh kurang tidur dan keteraturan makan.

Sampai di rumah masih banyak urusan yang perlu diselesaikan. Terutama ketepatan jadwal akad nikah yang mendapat prioritas di jam pertama jadwal kerja kepala KUA. Juga masalah final fiting baju pengantin yang akan dikenakan baik akad maupun resepsi.

Alhamdulillah semua urusan lancar. Ijab kabul lancar, resepsi lancar, nyambut besan dan mantu juga lancar. Malam ini kedua anak mantu kembali ke kota tempat mereka bekerja. Untuk sementara mantu ikut pula ke Surabaya, menghabiskan masa honeymoon. Satu pekan.

Habis satu pekan di langkah awal mereka bersama pasca-menikah, mantu menghabiskan masa akhir bekerja di Januari ini kemudian resign dan pindah ikut suami di Surabaya. Semoga dimudah-lancarkan dalam hal mendapatkan tempat bekerja yang baru.

Namanya langkah awal, tentu butuh kehati-hatian dalam menapakinya. Saling bergandeng tanganlah kalian berdua agar terjaga keseimbangan. Tidak saling mendahului satu dengan yang lain. Tidak juga satu meninggalkan yang lain, tetapi melangkah bersama.

Tidak ada langkah yang tidak menemui masalah. Jatuh adalah hal lumrah, jangan berlama-lama terpuruk, cepat bangkit dan kembali melangkah. Teruskan perjalanan menuju tujuan. Tatap lurus ke muka, betapa panjang jalan yang akan dilalui, jangan ragu.

Betapa banyak rintangan akan mengadang. Cari dan temukan cara mengatasinya. Belajar dari pengalaman yang pernah ditempuh sebelumnya. Pisahkan antara kesalahan dengan kepantasan. Yang salah buang dan tinggalkan, yang pantas jadikan alasan untuk terus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...