Langsung ke konten utama

Soto Langganan Pak SBY

Wow, kami seperti tak sabar menikmati Soto langganan keluarga Pak SBY di Warung Soto Marem, Kebonagung, Pacitan.

Benar saja masih ada sisa hujan bulan Juni. Begitu keluar rumah, gerimis mengiringi perjalanan kami menuju pool bus di Jl. By Pass Soekarno--Hatta.

Sore hari setelah di Pacitan esok harinya, hujan amat deras tercurah. Seperti hendak sampaikan euforia atas kedatangan kami setelah lama tak pulang.

Acara kami hari ini tadi, pagi sarapan sego pecel di warung kaki lima depan ruko yang di dalam tersedia orgen tunggal. Tidak lama mengalun sebuah lagu.

Hilang gema suara si penyanyi, istri saya 'dipaksa' oleh Mas Toha. Dia nyanyi lagu andalannya, ... dilanjut Jangan Sampai Tiga Kali.

Seperti tak hendak kalah, Mas Thoha tergoda juga melantunkan lagu kesayangannya, Ayah by Rinto Harahap tambah Titip Rindu Buat Ayah Ebiet G. Ade.

Selfi seusai kungkum di Banyu Anget

Kemudian meluncur ke Banyu Anget. Untuk kungkum di air hangat mengandung belerang. Badan terasa segar karena keringat terpancing untuk mengucur.

Sesudah mandi air dingin, biasanya kan terasa segar. Beda dengan mandi air hangat, badan yang hangat membuat berkeringat seperti sehabis berolahraga.

Sepulang dari Banyu Anget, kami ziarah ke makam Bapak dan Ibu yang dipisahkan tempat menguburnya karena di area pemakaman Bapak sudah penuh.

Habis Zuhur meluncur ke Lorok, silaturahim dengan kerabat di sana. Suasana pedesaan kental terasa pada cemilan rengginang yang mereka suguhkan.

Karena sempat mampir di Warung Soto langganan Pak SBY sekeluarga di Kebonagung, jadi kami tidak begitu lahap menyantap suguhan dahar lauk sate.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...