Langsung ke konten utama

Sudip

sudip dan serbet si buah tangan dari tetangga

Entah apa maksudnya. Saat kami berdua istri sedang main gawai di teras, tetangga sebelah menyodorkan barang ini (lihat gambar). Pikirku semula, ini suvenir tetangga belakang yang hajatan Minggu (9/7) saat kami udah berangkat ke Jogja—Pacitan. Masak iya suvenir?

Entah apa namanya. Saya terpaksa menelusuri KBBI untuk menemukan nama yang sesuai. Pikirku semula, namanya centong ternyata tidak sesuai. Mengetikkan sutil, diarahkan KBBI ke nama yang lebih bersesuaian, yaitu sudip. Yaitu semacam sendok bergagang panjang.

Saya coba menebak maksudnya. Barangkali ini barang udah disiapkan oleh si empunya hajat untuk diberikan kepada ibu-ibu yang rewang (membantu) masak-masak buat menu resepsi. Tetapi, bukankah istri saya ke Jogja—Pacitan, nggak ikut membantu di tempat hajatan itu.

Saya coba menghubungkannya. Di plastik pembungkus terpasang tulisan “Ny. Zabidi” sehingga bisa jadi emang mengarah ke maksud untuk “buah tangan” bagi ibu-ibu yang rewang. Jika itu hanya “buah tangan” dan bukan suvenir, lantas suvenirnya apa dong? Bikin penasaran.

Perkakas dapur seperti ini memang lebih bermanfaat—bagi ibu-ibu yang doyan memasak— daripada suvenir keramik atau kipas yang hanya akan tersimpan dalam lemari pajangan di ruang tamu. Tapi, suvenir mangkuk gelas bisa dipakai buat makan pempek atau es krim.

Barang penyertanya tidak bikin pusing buat mengenali. Dari sosoknya bisa ditebak, yaitu serbet (kain untuk lap tangan). Barang ini jamak kita jumpai di rumah makan padang sebagai pendamping kobokan (mangkuk berisi air) buat mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...