Ésais, Lho, Banyak Juga

Ilustrasi foto, credit picture: ACADEMIC INDONESIA

Saya terakhir mencermati ‘laporan’ panitia lewat akun fesbuk dewan juri, Jumat (14/7) pagi sudah ada 20 ésai masuk. Jumat malam pukul 20:22 saya kirim ésai yang sudah selesai saya tulis sejak akhir Juni, tetapi ditunda mengirimnya. Sekaligus mengonfirmasi via WhatsApp.

Baru tadi siang kembali buka fesbuk, sesuai postingan Senin (16/7) pukul 09:25, terpantau 42 ésai masuk surel panitia. Lho, banyak juga, ya, ésais yang ‘menangkap’ peluang untuk ngeramikko guwai (meramaikan hajat) Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung. Mantap kali.

Dengan begitu banyak peserta, untuk menyaring jadi 15 ésai yang akan dibukukan, dewan juri akan lebih selektif memilih. Maka, dibutuhkan waktu membaca, menggali narasi yang ‘dilambungkan.’ Wow, lebih dari separuh yang akan ‘disingkirkan’. Mubazir nggak, ya?

Tidak begitu sukar bagi dewan juri memilah memilih. Bukankah sudah ada panduannya, yaitu tema besarnya dan tema turunannya. Pilah dan pilih mana ésai yang hanya menonjolkan tema turunan saja dan mana yang tetap mengait kepada tema besarnya sebagai kekuatan.

Semua peserta (pasti ulun Lampung) mafhum apa itu kearifan lokal Lampung. Jika terlampau menonjolkan kearifan lokal dari sisi aneka ragam kebudayaan dan melupakan kekuatan fungsinya dalam “Membangun Bumi Ruwa Jurai” tentu tidak ketemu signifikansinya.

Nah, di sinilah tantangan menerjemahkan tema. Dalam lomba apa pun—puisi, cerpen, ésai—, dll. kemampuan menerjemahkan tema adalah modal utama untuk bisa menuangkan ide menjadi karya. Tidak sedikit lho yang kepeleset menerjemahkannya. Gagal membuat karya.

Kepeleset awal mula terjerembab. Begitu terpeleset dan terjerembab, maka ide yang diketikkan di papan ketik laptop (personal computerngelantur ke mana-mana. Padahal, dalam menulis ésai, konteks cerita yang akan dibangun harus linear atau sesuai dengan tema. Begitu!

Susahkah menulis esai? Dibilang susah, tidak juga, asal bisa menerjemahkan tema. Dibilang mudah, juga tidak. Lalu? Kuncinya, ya, untuk bisa menjadi penulis harus menjadi orang yang rajin membaca. Begitu kata orang bijak. Beruntung saya termasuk yang hobi membaca.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan