Langsung ke konten utama

Hilang Topi

Topi putih polos ini tertinggal di warung makan, untung sudah sempat diabadikan. Untung bukan ponsel yang tertinggal.

Postingan saya 25 Juni 2023 berjudul Hilang Ponsel. Ide postingan itu saya terilhami dari curhat teman di akun fesbuk. Ponselnya hilang entah di mana, bagaimana kronologi kejadiannya. Tidak ia jelaskan begitu rinci.

Saya pun bercerita pernah mengalami kejadian yang sama. Ponsel jatuh dari saku celana, dua kali pula saya alami. Beruntungnya ponsel saya yang jatuh adalah ponsel jadul merek NOKIA, sebuah jenama legendaris.

Postingan kali ini berjudul Hilang Topi. Bukan maksud hendak me-relate-kannya dengan Hilang Ponsel. Tetapi, cerita receh begini barangkali tidak terlalu absurd. Kita perlu hati-hati dan mawas diri, terutama di perjalanan.

Kemarin saya ketiban apes. Topi saya ketinggalan di warung makan samping pool Puspa Jaya di Jl. Ringroad Selatan, Jogja. Mungkin saking nikmat soto ayam panas, pedas, perasan jeruk nipis menambah lebih sedap rasa.

Keringat yang tumbuh di dahi, pelipis, dan tengkuk seperti menghipnosis saya sehingga ketika mengambil tas di bangku tempat duduk, topi yang baru seumur jagung itu tidak ikut terangkat, akhirnya tertinggal.

Bagaimana tidak baru seumur jagung, topi saya beli dengan sengaja karena topi yang selama ini saya selalu pakai warnanya sudah belel. Lalu saya pun membeli topi baru sehari sebelum berangkat ke Jogja—Pacitan.

Ya, Kamis saya beli topi, Jumat berangkat ke Jogja—Pacitan, Selasa balik ke Jogja—Lampung. Dari Kamis di hari saat saya beli topi ke Selasa di hari hilangnya topi, praktis umur topi hanya satu minggu, seumur jagung.

Hilang topi akan tetapi bukan baru saya alami sekali ini. Dahulu, lupa waktunya, saya pernah tertinggal topi di angkutan pedesaan dari Liwa menuju Krui. Karena rasa gerah, topi saya lepas dan taruh di tempat duduk.

Baru sadar topi tertinggal ketika saya ganti angkutan pedesaan dari Krui menuju Pugung Penengahan. Pun topi yang tertinggal di tempat makan soto di Jogja, baru saya sadari setelah bus Puspa Jaya berangkat agak jauh.

Baru sadar topi tertinggal ketika saya ganti angkutan pedesaan dari Krui menuju Pugung Penengahan. Pun topi yang tertinggal di tempat makan soto di Jogja, baru saya sadari setelah bus Puspa Jaya berangkat agak jauh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...