Langsung ke konten utama

Serba-serbi Muharam

Kerbau bule keturunan Kyai Slamet sedang diberikan pakan di kandangnya di Magangan Keraton Kasunanan, Surakarta. (foto: solopos)

Menyambut tahun baru Islam, di berbagai daerah ada tradisi serba-serbi. Tradisi terasa kental bagi sebagian masyarakat Jawa. Ada yang tidak pernah absen selalu mengikutinya dari tahun ke tahun dan penuh antusias.

Keraton Kasunanan Surakarta, misalnya. Setiap malam 1 Sura akan menggelar tradisi memperebutkan kotoran kerbau. Bukan sembarang kerbau, kerbau bule karena bulunya berwarna putih. Bisa dibilang kerbau langka.

Tumi (80) warga kabupaten Boyolali, salah satu yang tidak pernah absen dan antusiasme. Selama 40 tahun ia selalu ikutan tradisi memperebutkan letong (kotoran kerbau). “Hanya pas Covid-19 saja ditiadakan.” katanya.

Wow, selama 40 tahun. Berarti sejak ia masih berusia 40 tahunan. Selama memperebutkan letong, menurut pengakuannya, tidak selalu dapat. “Pernah ora uman (nggak kebagian,” katanya sambil terkekeh-kekeh.

Memperebutkan kotoran kerbau pada tradisi gerebeg suro keraton, bagi masyarakat (sana), itu mereka percayai sebagai kegiatan ngalap (mencari) berkah. Dianggap berkah karena itu binatang kesayangan raja.

Di keraton Yogyakarta, biasanya yang diperebutkan masyarakat adalah berupa gunungan yang berisi susunan berbagai macam hasil bumi. Gunungan ini diarak dari Masjid Gede (Besar) ke Alun-alun Utara.

***

Salat jumat di masjid dekat rumah tadi, khatib yang berkhutbah juga mengulas tentang tahun baru Islam. Dalam khutbahnya, ia berkata, ada empat perkara umat manusia yang akan ditanyakan di hari kiamat.

Menukil hadis Nabi Saw., katanya, pertama, tentang umur, ke mana dihabiskan. Kedua, tentang harta, dari mana diperoleh dan dibelanjakan buat apa. Ketiga, tentang ilmu, bagaimana mereka mengamalkannya.

Keempat, tentang tubuh di masa mudanya, digunakan untuk apa. “Karena itu, menyambut tahun baru 1445 hijriah ini, mari kita introspeksi tentang amal kita di tahun lalu, dan mari kita perbaiki tahun ini,” tegasnya.

“Barangsiapa hari ini lebih baik dari hari kemarinnya, dialah tergolong orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, dia tergolong orang yang merugi,” kata khatib lantang menikam.

Saya tercenung, entah jemaah lain. “Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang celaka,” sambung khatib menuntaskan hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan Al-Hakim itu.  

Saya yang diayun kantuk, merenungkan isi khutbahnya yang tematik gitu. Artinya tematik adalah bersesuaian dengan momentum datangnya tahun baru Islam 1445 H, yang diperingati di masjid kami Selasa malam lalu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...