Terlindungi Melindungi
![]() |
Tema Peringatan Hari Anak Nasional 2023 (kemenppa.go.id) foto dari SoulSel.com |
Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2023,
kemarin dipusatkan di Semarang, Jawa Tengah. Temanya masih tetap, “Anak
Terlindungi, Indonesia Maju.” Bagaimana agar anak terlindungi? Bukanlah
pertanyaan pokok. Sebab, pokok soal adalah orang yang seharusnya jadi pelindung
justru ‘memangsa.’ Anak pun jadi korban.
Berapa banyak ayah kandung yang
seharusnya jadi pelindung utama bagi anak gadisnya, lho, kok, malah
memperkosanya berulang kali, bertahun-tahun hingga si anak hamil dan melahirkan
bayi hasil incest dengan ayahnya sendiri. Terjadilah “ayah si bayi adalah kakek
si bayi.” Rasa ngilunya, lebih perih dari lagu “Ibu Tiri.”
Kalau saja pelakunya ayah tiri, ibu
tiri atau kakak tiri, barangkali tidak terlalu membuat syok. Nah, ini incest
sekandung antara ayah dengan anak perempuan, kakak laki-laki dengan adik
perempuan atau ibu dengan anak laki-laki, sebuah perkara yang muskil untuk
diterima akal apalagi dipahami. Perkara absurd.
Jadi, kalau tolok ukur Indonesia
maju adalah jika anak terlindungi, nanti dulu. Mana jargon “revolusi mental”
yang diusung Jokowi sejak kampanye Pemilu Presiden tahun 2014? Kok, hingga
detik ini tidak tampak hasil nyatanya. Citra buruk kepolisian tersingkap oleh
kasus Sambo and Gank. Tidak juga jadi pelajaran berharga.
Korupsi makin menjadi-jadi, dari
kepala desa hingga legislatif dan eksekutif. Bahkan KPK sebagai lembaga anti
rasuah dan kejaksaan agung sebagai lembaga penegak hukum pun tidak imun dari
perbuatan tercela. Bukankah itu cerminan mental yang rusak? Revolusi mental
“gagal panen.” Yah, karena cuma jargon doang.
Bukan anak terlindungi Indonesia maju. Yang ada adalah pelaku korupsi terlindungi. Yang melindungi adalah sistem yang sengaja diciptakan agar semua yang terlibat secara –terstruktur, sistematis, dan masif– bebas dari tuntutan. Yang diperkarakan, siapa yang kira-kira bisa jadi tumbal, dikambinghitamkan, buat disingkirkan.
Komentar
Posting Komentar