Langsung ke konten utama

Bahagia tuh Sederhana

Truk bercat warna hijau dengan ”tattoo” wajah Najwa Sihab di badannya (foto: X) 

Iye, kan, seperti yang beberapa kali saya tulis dan posting di blog ini, di X (twitter) itu kerapkali saya menemukan yang asyik-asyik. Barusan saya asyik scroll-scroll, eh ketemu video truk yang di badannya berhiaskan wajah Najwa Sihab. Kok, ya, ndilalah pas kebetulan Najwa Sihab sedang lewat di samping truk dengan ALPARD-nya, sopir mbak Nana yang melihat lukisan wajah itu pun memberitahukan hal itu.

Mbak Nana pun membuka jendela dan dadah-dadah ke arah truk yang disalip alpard-nya dari sebelah kiri. Tatkala sopir truk tahu mbak Nana yang mendadah-dadah itu, kontan menginjak pedal gas menambah laju kecepatan truk agar bisa jalan bersisian untuk mempertontonkan rasa bahagianya. Kernet truk yang duduk di sebelah kiri semringah mengacungkan dua jempol ke arah mbak Nana di dalam alpard-nya.

Tawa ceria pun merekah di antara mereka. Maka, anggapan bahwa bahagia itu sederhana sangat sahih. Betapa bahagianya sopir truk dan kernetnya manakala bertemu si pemilik wajah yang terlukis di badan truk yang mereka bawa sehari-hari, ketemunya di jalan pula. Faktor kebetulan itu beririsan amat tipis dengan keberuntungan. Secara kebetulan bersama pula hadir keberuntungan bertemu mbak Nana.

Déjà vu, begitu orang-orang mengatakannya. Tentu, siapa pun tahu Najwa Sihab yang akrab disapa mbak Nana yang sohor dengan pertanyaan kritisnya di acara “Mata Najwa” di Metro TV lalu Trans 7 dan kini kanal YouTube Narasi TV. Tak terkecuali sopir-sopir truk di jalanan, kalaupun tidak lagi muncul di layar TV, kerling mata Najwa masih bisa ditonton di kanal YouTube, TikTok, Instagram, dan berbagai podcast.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...