Langsung ke konten utama

1 Tahun di X

Penanda 1 Tahun di X (twitter), #MyXAnniversary

Sebelum memiliki akun X (twitter) sendiri, istri saya suka nebeng baca di akun X (twitter) saya. Pada beberapa tulisan di blog ini, saya katakan bahwa di X (twitter) saya menemukan hal yang asyik-asyik.

Tampaknya istri saya juga merasakan keasyikan yang sama sehingga dia ikutan suka scroll X (twitter) di ponsel saya. Akhirnya saya buatkan saja dia akun X (twitter) sendiri agar keasyikannya bisa terpuaskan.

Hari ini tadi merupakan #MyXAnniversary dia yang pertama, sementara saya sudah yang ke-11, saya dibuatkan akun X (twitter) oleh anak pada 1 Februari 2013. Maka, #MyXAnniversary saya 1 Februari.

Saat saya dibuatkan anak akun twitter di 2013 itu, tampilan burung biru pada logo twitter baru saja diperbaharuai, sudah tampak lebih bagus daripada sebelum-sebelumnya sejak twitter didirikan 2006.

Secara periodik logo twitter sejak 2006 hingga 2012 mengalami pembaharuan sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 2007, 2009, 2010, 2012. Setelah diakuisisi Elon Musk tahun 2023, twitter bersalin menjadi X.

Ketika berganti menjadi X, pada mulanya pengguna twitter seperti ngambeg. Tagar goodby twitter jadi trending topic. Tidak lama kok, sesudahnya reda juga dan keriuhan di X (twitter) kembali ramai lagi.

Kenapa bisa begitu, ya, karena X (twitter) adalah rimba raya tempat saling adu tweet, berbalas hujatan, narsisisme, bahkan dijadikan panggung cewek-cewek untuk pamer tt “menjual diri” melalui ajakan vcs.

Nah, kan, betapa X (twitter) tempat menemukan hal yang asyik-asyik. Apalagi panjang tulisan sekarang tidak cuma sebatas 140 karakter, tetapi sudah jadi 280 karakter bahkan ada yang versi “twitter blue”.

Twitter blue adalah twitter berlangganan dengan tarif bervariasi tergantung perangkat penggunaannya, di iOS, Web atau Android. Di iOS Rp165K/bulan, di Web Rp120K/bulan, dan pada Android Rp165K/bulan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...