Langsung ke konten utama

Mudik ke Jati Diri

Ilustrasi mudik, image source: Kompas.com

Salah seorang teman jemaah masjid habis magrib tadi kutanya apakah akan mudik. Insya Allah, jawabnya. Di televisi sore tadi, diberitakan stasiun Pasar Senen dipadati calon penumpang. Mereka adalah orang-orang yang ingin mudik lebih awal.

Seperti biasa, para penjual jamu dari Wonogiri dan sekitarnya yang punya tradisi mudik lebih awal itu. Selama bulan puasa mereka tak jualan. Karenanya, daripada tetap tinggal di Jakarta, mereka memilih lebih baik pulang kampung saja.

Di masa pandemi Covid-19 (2020—2022), sebelum pemerintah menetapkan larangan mudik, mereka sudah berangkat lebih dahulu. Ketika pemerintah menerbitkan peraturan larangan mudik, mereka sudah berada di kampung, tenang beristirahat.

Ada juga yang mudik sebelum puasa tujuannya untuk ziarah (nyekar) ke makam orang tua dan leluhur serta kerabat yang sudah berpulang. Yang tidak pulang, ziarahnya hanya dalam batin, lewat doa yang dilangitkan semoga lapang kuburnya.

Cara mengejawantahkan diri sebagai anak yang salih dan salihah, mendoakan orang tua saban selesai salat lima waktu. Cara yang demikian ini meringankan para perantau yang tidak bisa pulang karena berbagai kendala merintangi.

Siang tadi, saat lewat Jalan Imam Bonjol arah Pasar Bambu Kuning, dekat pintu masuk tempat pemakaman umum di Kemiling dan Lebakbudi ramai penjual kembang setaman, menunggu para peziarah hendak nyekar ke makam orang tuanya.

Bagi yang sudah berpulang, tetap bisa didatangi meski hanya menghadapi cungkup makamnya. Bagi yang masih bisa pulang, mudik lebih awal adalah pilihan untuk menghindari keruwetan berjubelan bila mudiknya saat dekat lebaran.

“Berpulang” adalah mudik ke alam barzakh, stasiun persinggahan dari alam dunia ke alam akhirat. Bisa juga disebut stasiun peristirahatan sementara setelah ruh terpisah dari jasad, ngaso menunggu datangnya hari kebangkitan (kiamat).

Tujuan orang mudik ke kampung pada saat hari Idulfitri, adalah untuk silaturahim, sungkem ke pangkuan orang tua (bila masih hidup dan belum berpulang). Sejatinya, hakikat mudiknya kembali ke sumur berkah. Mudik ke jati diri sebenarnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

JULI

Bulan Juli lingsir ke ujung cakrawala, banyak momen penting yang ditinggalkannya. 23 Juli 2025 Perpustakaan Nasional Press (Perpusnas Press) RI merayakan HUT ke-6 bareng dengan peringatan Hari Anak Nasional. Di negara kita, HAN tanggal itu. Hari Anak diselenggarakan berbeda-beda di berbagai tempat di seluruh dunia. Ada Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni. Ada pula Hari Anak Universal, diperingati setiap tanggal 20 November. Negara lain pun memiliki hari anak sendiri-sendiri. Ilustrasi, kalender meja (picture: IStock) Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, akhirnya  menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. 13 tahun sastrawan dan seniman berjuang meraih pengakuan atau legalitas itu sejak kali pertama dideklarasikan di Pekanbaru. Adalah Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri yang menginisiasi deklarasi HPI bersama 40 sastrawan, seniman, dan budayawan dari berbagai daerah Indonesia. Deklarasi hari puisi Indonesia ...