Langsung ke konten utama

Radio

ilustrasi radi, image source: unsplash.com/Dave Weatherall.

Karena saya masih suka mendengar radio, tak bosan saya menulis tentang radio, ini kali kesekiannya. Bisa ditelusuri di post-blog yang sudah lampau. Mendengar radio tidak hanya musik, tetapi juga dapat informasi.

Informasi berupa iklan sponsor bisa produk bisa pula jasa sehingga memberi nilai tambah bagi pendengar radio. Kali ini saya menulis tentang HUT ke-49 PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia).

Berdasarkan survei Nielsen pada 11 kota di Indonesia, pendengar radio saat ini berjumlah sekitar 23 juta orang. Aje gile, kirain gue doang nyang masih demen dengar radio tiap hari. Rupanya masih begitu banyak.

Jika pendengarnya sejumlah itu, maka kira-kira berapa jumlah radionya. Bukankah begitu pertanyaannya? Menurut PRSSNI, jumlah anggotanya 600 radio tersebar luas di 150 kota di Indonesia dari Aceh hingga Maluku.

Yang banyak tentu Jakarta, baik jumlah radio maupun pendengarnya. Pendengar radio itu umumnya mereka para penglaju dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang bekerja di sentra perkantoran di Jakarta.

Mereka mendengarkan radio di mobil sambil nyetir berangkat dan pulang kerja. Driver transportasi online juga mengandalkan lagu-lagu yang diputar radio untuk menghibur penumpang dan memperoleh informasi.

Melalui radio pengguna jalan di Ibu Kota mendapatkan informasi ruas jalan tol dan lalu lintas dalam kota dari NTMC Polri. Di mana ruas jalan yang lancar dan ruas jalan yang macet. Juga jika ada kecelakaan lalu lintas.

Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) meluncurkan program khusus bernama Radioku Tertukar. Program itu diluncurkan sebagai bagian perayaan HUT ke-49 PRSSNI pada 18/12/2023.

Lewat program Radioku Tertukar, PRSSNI ingin tunjukkan keanekaragaman format radio. Tetapi, tujuan yang sama, yakni memperkuat persatuan dan kesatuan Indonesia serta melengkapi satu sama lain.

refernsi: Kompas.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...