Derita Sumur Tetangga

image source: kata.web.id (kamus bahasa daerah lengkap)

Mendengar adagium “di balik musibah ada hikmah” barangkali sudah lumrah. Namun, “di balik hikmah ada derita” barangkali terdengar aneh. Yang saya ingin ceritakan adalah di balik hikmah masjid membuat sumur bor, ada derita sumur-sumur tetangga seperti mengalami defisit air. Yah, “derita sumur tetangga.”

Ada beberapa rumah warga yang berjarak begitu dekat dengan masjid yang mengalami hal demikian. Sumur mereka sumur galian, rasanya bukan hal yang mustahil kalau air di dalam sumurnya seperti berkurang karena saat disedot dengan jetpump, baru sebentar airnya sudah habis seperti sumur yang benar-benar kering.

Sejak pengeboran di masjid dihentikan karena air sudah mengucur pada Selasa, 5 Desember 2023 lalu, airnya lalu dibiarkan mengucur sampai subuh tadi. Lebih dari 48 jam. Air tanah yang dikeluarkan nonstop itu barangkali yang jadi faktor sumur tetangga seperti mengalami defisit atau yang mereka akui kering.

Wah, kalau benar sumur tetangga seperti mengalami defisit air, berarti adagium “di balik hikmah ada derita” seperti menjadi nyata, bukan sekadar pembalikan dari adagium purba yang biasa kita dengar selama ini, “di balik musibah ada hikmah” yang tentu saja tidak perlu dijelaskan lagi maknanya apa. Sudah pada paham, ya.

Sumur galian, lebih-lebih sumur bor, sebenarnya jika sebelum memulai penggalian atau pengeboran, kalau memang sudah terlebih dahulu diketahui bahwa di lokasi itu adalah titik ada mata air di dalamnya, maka tidak perlu dikhawatirkan akan mengalami defisit air karena mata air tentu akan hidup abadi selamanya.

Jika ada mata air di dasarnya, maka sumur akan terjamin ketersediaan airnya disaat musim kemarau sekalipun. Bahkan ada sumur bor di dekatnya pun, mata airnya tetap memancarkan air. Hanya saja, mungkin benar kapasitas air yang dikeluarkannya berkurang karena ada sumur bor di dekatnya tadi.

Kapasitas air yang sedkiti berkurang pada sumur tetangga di sekitar masjid itu yang subuh tadi jadi bahan obrolan kami berdua “teman jalan subuh” sembari jalan santai memutari kompleks perumahan. “Wah, kayak layang-layang yang ketarik talinya saja,” kata saya. “Iya juga,” timpal teman sambil terbahak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan