Langsung ke konten utama

Begadang Air

Image Source: Portal Barisan Depan

Air PAM dari reservoir di depan SMA 14 yang malam tadi dialirkan pukul 22:58 yang sebelum-sebelumnya hanya sebentar, rupanya mengalir hingga pagi tadi.

Tetapi, berhubung jadwalnya hari ini mati, maka pkl. 05:40 tadi berhenti mengalir. Tentu beruntung orang yang malam tadi begadang menampung banyak air.

Begadang urusan air sama penting dengan urusan jaga siskamling di pos ronda. Urusan air diselesaikan secara pribadi sedangkan ronda dikerjakan kolektif.

Dahulu zaman susah air kami empat rumah sepakat patungan beli selang 60 meter, saat air hidup nyelang dari meteran rumah tetangga secara bergantian.

Selang pun jadi barang pinjaman tetangga yang lain. Sialnya, ada oknum di antara mereka main potong selang sehingga panjangnya jadi berkurang banyak.

Dari 60 meter saking yang pinjam oknum semua, tak pelak ujungnya yang tersisa kini 20 meter. Sebab si peminjam seperti tidak puas kalau tidak memotong.

Syukur zaman susah itu sudah berlalu, tidak perlu selang lagi, tidak perlu begadang lagi. Kini cukup memiliki tandon (tower) ukuran 1 m3 sudah aman.

Di musim penghujan debit air Way Langka (sumber air PDAM) cukup besar sehingga ledeng mengalir siang dan malam. Air di rumah warga melimpah.

Di musim kemarau debit air Way Langka menyusut, di masa itulah ledeng dibuat jadwal hidup atau mati bergilir. Hari ini hidup, besok mati. Begitulah adanya.

Nah, sepertinya, nanti setelah pasokan air tidak lagi mengandalkan Way Langka, tetapi dari Bendungan Way Sekampung, ledeng akan hidup siang malam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...