Langsung ke konten utama

SATUSEHAT 61 Tahun

Setelah berulang tahun ke-61 Hari Kesehatan Nasional pada 12 November 2025 yang lalu, SATUSEHAT memasang logo baru dengan angka 61 berhias “palang” (tanda +) di sudut kanan atasnya. Dengan berlatar warna hijau tua, logo SATUSEHAT mengekspresikan warna kesehatan yang lembut menyejukkan, baik dipandang maupun dirasakan.

Dan pada tanggal 12 itu tanpa saya sadari jikalau merupakan ulang tahunnya ke-61 Hari Kesehatan Nasional, saat saya melakukan cek kesehatan di posbindu yang hasilnya “wow” bikin dag-dig-dug dorrr karena tensi darah saya 160/90. Oleh bidan yang mengukur tensi dengan alat digital, memberi sarankan agar saya cross check besok di poskeskel.

Keesokannya saya pergi ke poskeskel seperti saran bidan. Di sana tensi diukur lagi dengan alat digital (mungkin) yang digunakan di posbidu kemarinnya, hasilnya 146/91. Saya langsung menuju faskes BPJS kami di Jl. Imam Bonjol, hasil cek tensi malah jadi 154/90, oleh dokter jaga di sana saya dikasih obat penurun tensi 5 mg. pereda lambung dan vertigo.

Kendati sudah minum obat penurun tensi tiap hari, belum tentu tensi turun serta merta. Perlu dibantu dengan diet makanan pemicu naiknya tensi darah. Di antaranya adalah stop gorengan, stop camilan tinggi kadar garam seperti keripik-keripikan, puasa kopi, kurangi konsumsi garam, dan mencari obat alternatif sebagai penolong/pengganti obat kimia.

Dari obrolan santai dengan teman salat berjamaah di masjid, katanya menjemur daun kelor kemudian diseduh jadi jadi minuman pengganti teh. Hasinya, katanya, tensi darahnya turun, kolesterolnya ikut turun. Wah, menarik untuk dicoba. Dan mulai hari ini saya tambahkan daun kelor pada sayur bening di mangkok yang saya jadikan sayur saat makan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...