Langsung ke konten utama

Grup WhatsApp dan Buku

Kemarin, Minggu malam, sekira pkl. 20 lebih, tetiba muncul grup whatsapp baru sewaktu nama saya dimasukkan. Saya coba hitung semua ada 33 grup yang pernah menampung nama saya sebagai anggota, saya tak keluar kecuali dikeluarkan admin.

Dari sebegitu banyak grup, terdiri dari grup keluarga ada tiga, eks rekan kerja di koran, eks rekan sekolah, eks rekan HMI, grup RT dan masjid, dan sisanya grup penulis puisi dalam kegiatan lomba menulis berbasis kurasi (bayar ongkir COD) atau antologi bersama.

Antologi bersama (bayar biaya cetak). Girang rasanya ketika muncul grup baru yang berarti puisi yang saya ikutkan dinyatakan lolos kurasi dan akan dibukukan dalam antologi bersama. Ada beberapa buku sudah sampai di rumah dikirim via jasa pengiriman barang.

Ada yang saya terima langsung karena saya hadir di acara peluncurannya. Seperti antologi "Ijen Purba" saya terima di Roemah Budaya Osing saat Jambore Sastra Asia Tenggara di Banyuwangi 2024 disertai acara Penyair Goes to School di SMPN 1 Genteng.

Buku "Si Binatang Jalang" saya terima langsung naik panggung (sebuah kehormatan) dalam acara puncak Perayaan Hari Puisi Nasional (PHPN), 28--29 April 2025 di Teater Kecil Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM), Cikini, Jakarta Pusat.

"Semesta Ingatan -- Trauma dan Imaji Kebebasan" besutan Sastra Timur Jawa ini saya terima langsung saat peluncurannya di even Temu Karya Serumpun di Seger Nusantara dan acara bedah para pakar di Museum Tembakau, Jember, 25--26 Oktober 2025.

Dan masih ada (calon) buku lainnya sedang dalam proses editing, layout, cetak, terbit, dan kelak tiba masanya didistribusikan kepada para penulis yang karyanya lolos kurasi. Namun, ada juga buku yang tak jelas kelanjutannya. Entah apa alasannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...