Pesta pernikahan, selain sebagai ruang gaduh dan sunyi, seperti yang saya tulis, baca pada postingan hari Minggu (2/11) selumbari, dapat juga menjelma menjadi ruang klarifikasi. Bisa dikatakan begitu, ketika dihadapkan pada komplain parapihak yang tersebab lupa sehingga luput masuk daftar list undangan saat menggelar hajat menikahkan anak.
Saat bertemu sesudah hajatan kita selesai, orang komplain kenapa kok gak diundang. Klarifikasi pun disampaikan dengan permintaan maaf, bukan ada unsur kesengajaan gak ngundang, melainkan lupa. Maklum, karena baru pertama mantu sehingga ada saja teman dan saudara yang terhapus dari ingatan. Baru sadar setelah bertemu dan dihujanin komplain.
![]() |
| Ilustrasi | gambar rs pku muhammadiyah |
Begitulah selumbari, ketika ketemu saat sama-sama kondangan, istri saya mendapat komplain seorang ibu dari teman anak kami. Anak-anak itu berteman sejak TK, SMP pisah dan ketemu lagi di SMANDA. Kebetulan suami dari ibu yang komplain tersebut adalah guru di SMANDA. "Tega, ya, gak ngundang," kata ibu dari teman anak kami, itu sambil ketawa.
"Waduh, bukan tega maupun sengaja, Bu. Maklum karena baru pertama mantu, jadi, ya, ada saja yang kelupaan," kelit istri saya beralasan. Tak dimungkiri, kenyataan seperti ini dialami oleh banyak orang, terutama yang baru kali pertama mantu. Naifnya bila yang kelupaan itu justru masih kerabat dekat. Apa kata dunia. Tapi, faktanya banyak kejadian begitu.

Komentar
Posting Komentar