Menjaga keseimbangan itu penting. Dalam hal apa pun juga. Tubuh memang butuh makan(an) terutama yang memenuhi standar gizi yang baik (serta seimbang). Karena itu, memilah dan memilih makanan sehat patut diperhatikan untuk terpenuhinya kebutuhan tubuh agar sehat. Bukan asal makan dan yang penting kenyang, melainkan diatur porsinya. Seimbangkan antara asupan karbohidrat, protein, kalori, vitamin, serat dan mineral. Begitu pun kecukupan air minum penting dijaga agar tidak sampai dehidrasi.
Tubuh
yang diperlakukan sebagai tong sampah, dimasuki makanan sembarang, lama-lama
akan seperti tong sampah benaran, menguarkan bau busuk. Tubuh yang dimasuki
asupan makanan tidak sehat, bergizi rendah, miskin serat seperti makanan cepat
saji atau junk food, sangat rentan memunculkan
reaksi di kemudian hari. Makanan sembarang itu akan menumbuhkan bibit-bibit penyakit.
Kolesterol tinggi, asam urat, hipertensi, yang akan bermuara ke penyakit gagal
ginjal, jantung koroner, diabetes, dan stroke.
Begitu
pun Bumi ini butuh keseimbangan. Jika terlampau brutal mengeksplorasi alam,
maka dampak buruknya akan kita rasakan. Alam yang diperlakukan semena-mena,
sesuka hati, seturut ego serakah, niscaya akan merasakan sakit. Sama analoginya dengan
manusia yang mengalami perundungan, seberapa pun ringan atau kecil bila
dilakukan secara terstruktur, sistemik, dan masif niscaya akan menimbulkan
trauma. Pelecehan seksual, KDRT, bully verbal dan non-verbal, adalah sumber malapetaka psikologis bagi
korban.
Kembali
ke kearifan lokal, jaga keseimbangan alam dengan memperlakukannya sebatas yang
kita butuhkan, adalah perilaku bijaksana yang patut ditegakkan dengan penuh
kesadaran. Terkesan utopis memang bila dikaitkan dengan kekuasaan negara yang
begitu murah hati memberikan izin tambang kepada pemilik modal. Kayu-kayu
digergaji, ditumbangkan sehingga hutan gundul. Bumi, kulitnya dikupas, perutnya dilubangi jadi tambang kemudian limbahnya merusak ekosistem alam dan mencemari lingkungan hidup.
Pulau
Rempang disulap jadi Rempang Eco City
dengan mengusir penduduk asli yang sudah menghuni sejak berabad silam, tanpa
ganti rugi dan perlakuan yang manusiawi. Bahkan, dengan alasan tanpa penghuni,
pulau yang eksotis seperti Raja Ampat, dibuldozer dan dibor jadi lahan tambang.
Semua karena ego yang mendidih di kepala penguasa dan pengusaha dan syahwat parapihak
yang memiliki kepentingan, terang maupun terselubung. Eksplorasi alan ugal-ugalan
ini sumber bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar.

Komentar
Posting Komentar