Langsung ke konten utama

Jaga Keseimbangan (1)

Menjaga keseimbangan itu penting. Dalam hal apa pun juga. Tubuh memang butuh makan(an) terutama yang memenuhi standar gizi yang baik (serta seimbang). Karena itu, memilah dan memilih makanan sehat patut diperhatikan untuk terpenuhinya kebutuhan tubuh agar sehat. Bukan asal makan dan yang penting kenyang, melainkan diatur porsinya. Seimbangkan antara asupan karbohidrat, protein, kalori, vitamin, serat dan mineral. Begitu pun kecukupan air minum penting dijaga agar tidak sampai dehidrasi.

Tubuh yang diperlakukan sebagai tong sampah, dimasuki makanan sembarang, lama-lama akan seperti tong sampah benaran, menguarkan bau busuk. Tubuh yang dimasuki asupan makanan tidak sehat, bergizi rendah, miskin serat seperti makanan cepat saji atau junk food, sangat rentan memunculkan reaksi di kemudian hari. Makanan sembarang itu akan menumbuhkan bibit-bibit penyakit. Kolesterol tinggi, asam urat, hipertensi, yang akan bermuara ke penyakit gagal ginjal, jantung koroner, diabetes, dan stroke.

Warga berjalan melintasi sungai menggunakan jembatan darurat di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, Sabtu (29/11). Tampak di sekeliling mereka kayu-kayu gelondongan pascabanjir bandang. | foto: BBC News Indonesia |

Begitu pun Bumi ini butuh keseimbangan. Jika terlampau brutal mengeksplorasi alam, maka dampak buruknya akan kita rasakan. Alam yang diperlakukan semena-mena, sesuka hati, seturut ego serakah, niscaya akan merasakan sakit. Sama analoginya dengan manusia yang mengalami perundungan, seberapa pun ringan atau kecil bila dilakukan secara terstruktur, sistemik, dan masif niscaya akan menimbulkan trauma. Pelecehan seksual, KDRT, bully verbal dan non-verbal, adalah sumber malapetaka psikologis bagi korban.

Kembali ke kearifan lokal, jaga keseimbangan alam dengan memperlakukannya sebatas yang kita butuhkan, adalah perilaku bijaksana yang patut ditegakkan dengan penuh kesadaran. Terkesan utopis memang bila dikaitkan dengan kekuasaan negara yang begitu murah hati memberikan izin tambang kepada pemilik modal. Kayu-kayu digergaji, ditumbangkan sehingga hutan gundul. Bumi, kulitnya dikupas, perutnya dilubangi jadi tambang kemudian limbahnya merusak ekosistem alam dan mencemari lingkungan hidup.

Pulau Rempang disulap jadi Rempang Eco City dengan mengusir penduduk asli yang sudah menghuni sejak berabad silam, tanpa ganti rugi dan perlakuan yang manusiawi. Bahkan, dengan alasan tanpa penghuni, pulau yang eksotis seperti Raja Ampat, dibuldozer dan dibor jadi lahan tambang. Semua karena ego yang mendidih di kepala penguasa dan pengusaha dan syahwat parapihak yang memiliki kepentingan, terang maupun terselubung. Eksplorasi alan ugal-ugalan ini sumber bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...