Langsung ke konten utama

Pesona Amerika

Tiga orang warga Hollywood Hills ini hanya bisa termangu melihat lidah api melahap apa yang dimamahnya. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. (foto: Business Standard)

Kebakaran di Amerika viral karena dahsyat luar biasa. Padahal, di Negara Paman Sam itu, pasti  terjadi kebakaran setiap tahun. Artinya, belum pernah tidak terjadi kebakaran di sana, tapi mengapa banyak sekali orang kaya pengin tinggal di sana? Seberapa pun mahal harga rumah, mereka beli. Karena pesonanya.

Ada netizen menganggap kebakaran dahsyat yang melanda hingga memakan korban jiwa 25 orang (hingga kemarin) dan menghanguskan ribuan bangunan mewah milik selebriti (artis dan aktor) atau pesohor lainnya serta pengusaha kaya-kaya, sebagai neraka, sebagai karma atas sesumbar mulut besar Donald Trump.

Agak sulit menerjemahkan makna karma. Tapi, yang jelas apa pun yang melingkup kehidupan umat manusia di muka bumi ini, tidak lepas dari qada dan qadar dari Allah SWT. Bagi Allah SWT cukup "kun fayakun" kata Dia, maka terjadi apa yang akan terjadi. Di Tangan tergenggam kekuasaan untuk membuat hamba-Nya mulia atau hina dina.

Dia (Allah) menurunkan reward berupa rezeki yang datangnya dari arah yang tidak disangka-sangka bagi hamba-Nya yang bertakwa. Bahkan nikmat akan Dia lipatgandakan bagi yang bersyukur. Juga menurun punishment berupa bencana kebakaran, puting beliung, banjir, gempa bumi, gunung api meletus, dll. bagi yang ingkar.

Jadi, terlepas karma terhadap yang dikatakan Trump akan membuat Timur Tengah bagai 'neraka', tapi justru negaranya sendiri yang bagai 'neraka' tidaklah mengurangi pesona daerah-daearah yang jadi abu tersebut, sama sekali tidak, sedikitpun. Beverly Hills, Hollywood Hills, Malibu, Brentwood, tetap memijarkan pesona.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...