Kembali ke Buku

Ilustrasi, membaca buku (foto: canva.com)

Dahulu di Trans 7 ada acara “Bukan Empat Mata yang dipandu Tukul Arwana. Di sela-sela memandu acara tersebut, ia selalu berkata, kembali ke laptop. Nah, ini pemerintah Swedia akan mengembalikan cara belajar siswa ke buku, meninggalkan perangkat digital seperti laptop.

Pemerintah Swedia memutuskan untuk mengubah sistem pendidikan dengan kembali menggunakan buku-buku cetak sebagai media pembelajaran. Keputusan ini dilakukan setelah 15 tahun lamanya sistem pendidikan di Swedia menggunakan perangkat digital seperti komputer dan tablet.

Awalnya, Pemerintah Swedia optimis bahwa penggunaan perangkat digital seperti laptp bisa mengubah sistem pendidikan menjadi lebih mudah diakses dan mempersiapkan para siswa menuju ke tuntutan digital pada abad ke-21.

Pada tahun 2009, negara itu pun memutuskan untuk mengganti seluruh buku cetak dengan perangkat digital sebagai media pembelajaran. Faktanya, transisi pendidikan itu tidak memberikan hasil yang diharapkan.

Beberapa orangtua mengaku menghadapi tantangan, salah satunya adalah keterampilan dasar berupa membaca dan menulis para siswa yang semakin menurun. Pendidik juga menyadari bahwa siswa kesulitan berkonsentrasi dan mengingat informasi saat menggunakan layar digital ketimbang dengan metode pembelajaran berbasis buku cetak.

Wacana Pemerintah Swedia kembali menggunakan buku cetak sebagai media pembelajaran sudah mencuat sejak 2022 silam. Pada saat itu, Menteri Sekolah Swedia, Lotta Edholm mengatakan, siswa Swedia membutuhkan lebih banyak buku pelajaran.

Krisis Lierasi

Anggota Komisi X DPR RI, dr Gamal Albinsaid menyebut jika bangsa Indonesia sedang mengalami krisis literasi saat ini. Bahkan pria yang terpilih lewat Dapil Jatim V tersebut tak segan membeberkan sejumlah data hasil riset serta pengalamannya langsung.

Hal itu diungkap Gama usai Kunjungan Kerja Badan Legislasi ke kantor Gubernur Sulawesi Tenggara. Saat menuju bandara Haluoleo Kendari dia melihat ada Pojok Baca Digital.

“Namun, sayangnya hampir 2 jam saya mengerjakan berbagai tugas dan berbagai pekerjaan disini, tak satupun pengunjung bandara yang merapat ke Pojok Baca Digital tersebut. Ya, kita memang mengalami krisis literasi,” ujarnya, Jumat (22/11)

Gamal kemudian membeberkan data dari UNESCO. Yang  menyatakan hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia hanya memiliki minat baca. Laporan The World Most Literate Nation Ranking oleh CCSU meletakkan Indonesia di peringkat 60 dari 60 negara dalam urutan literasi.

“Hasil itu sejalan dengan skor PISA kita tahun 2022 yang berada di angka 359. Kita memiliki selisih 117 poin dari rata-rata negara OECD yang memiliki skor rata-rata 476,” tegasnya.

Karena itu, Gamal mengusulkan pemerintah ataupun sekolah menghadirkan gerakan literasi, seperti mewajibkan seluruh siswa membaca selama 15–30 menit sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai.

“Kita harus melakukan sebuah gerakan literasi yang luwes dan lugas. Misalkan, mewajibkan seluruh siswa membaca 15–30 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai pada pagi hari, serta mengintegrasikan literasi ke dalam pembelajaran, bukan lagi sibuk dengan festival-festival literasi yang sifatnya seremonial,” ujar Gamal.

Dbs


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan